Jumat 05 Jul 2024 19:09 WIB

APPBI: Akibat Impor Ilegal, Ada Ancaman Potensi Stagnasi Pertumbuhan Industri Ritel

Aturan Permendag tidak memberikan angin segar sama sekali bagi pengusaha ritel.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (22/7/2021). Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menyatakan ekspor dan impor Indonesia mengalami surplus selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus 1,32 miliar dolar AS, tren tersebut menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia terus berlanjut pulih.
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (22/7/2021). Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menyatakan ekspor dan impor Indonesia mengalami surplus selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus 1,32 miliar dolar AS, tren tersebut menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia terus berlanjut pulih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengungkapkan adanya ancaman terjadi stagnasi pertumbuhan industri ritel di Indonesia. Hal itu disinyalir terjadi karena maraknya impor tidak resmi atau ilegal yang kian menjamur.

“Saya berpendapat ada ancaman potensi stagnasi pertumbuhan industri ritel Indonesia setelah Idul Fitri. Dan itu terjadi, beberapa department store tutup outlet-nya,” ujar Alphonzus dalam diskusi bertajuk ‘Impor Ilegal Berjaya, Impor Resmi Dipersulit’ yang digelar Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Baca Juga

Alphonzus menjelaskan alasan dari pendapatnya tersebut berkaitan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) soal impor yang tidak memberikan angin segar sama sekali buat pengusaha ritel yang taat mengikuti aturan alias legal. Sebaliknya, impor ilegal diyakini akan semakin berlenggang pinggang, menyusul rencana pemberlakuan bea masuk 200 persen.

“Karena pemerintah hanya fokus bikin aturan untuk pembatasan impor yang dimana itu yang terkena adalah barang resmi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang sudah terdaftar resmi, bayar pajak, melakukan prosedur impor secara resmi, dan sebagainya, Itu yang dijagain dan dibatasi, dibikin peraturan lebih ketat, tetapi impor ilegalnya sama sekali tidak pernah disentuh,” jelasnya.

Menurutnya, Permendag impor yang berkali-kali telah direvisi tidak menyelesaikan inti masalah yang sebenarnya. Alih-alih bertujuan melindungi UMKM dengan membatasi barang dari luar, aturan itu justru memperlebar potensi masuknya barang impor yang tidak resmi.

Diketahui, pemerintah telah merevisi kebijakan impor menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Permendag impor telah mengalami tiga kali revisi. Sebelumnya adalah Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Revisi kedua adalah Permendag Nomor 3 Tahun 2024 tertanggal 5 Maret 2024. Sebulan setelahnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kembali merevisi aturan menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Saat ini aturan baru adalah Permendag Nomor 8 Tahun 2024 telah resmi diundangkan pada 17 Mei 2024.

Alphonzus menjelaskan, pusat perbelanjaan terdiri dari dua kategori, yakni impor dan lokal. Kedua kategori itu dinilai terdampak atas efek dari kebijakan pemerintah tersebut.

“Kedua kategori sama-sama terganggu. Yang impor terganggu dengan pembatasan impor, yang barang lokal terganggu juga tanpa disadari dengan impor ilegal. Semakin impor resminya diperketat, sedangkan impor ilegalnya tidak ditangani akan semakin masif itu pasti,” tegasnya.

Secara kelasnya....

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement