REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) dan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Brawijaya Malang berhasil menemukan formula dalam pengendalian penyakit scabies pada ternak berasal dari bumbu dapur yang sehari-hari digunakan, yaitu serai dapur dan cengkeh.
Mereka adalah Ade Surya Ananda, Renaldi Saputra dan Putri Salsabila Risa yang ketiganya merupakan mahasiswa FTP Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIP), kemudian Miftahul Jannah dan Tyas Fachrunnisa, mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan (FKH).
Ade selaku ketua tim dalam pernyataan yang diterima di Semarang, Sabtu, menjelaskan bahwa fokus penelitian adalah bagaimana ekstrak serai dan cengkeh dapat menjadi akarisida, ovicidal, antibakteri, bahkan antiinflamasi yang membantu penanganan scabies.
Scabies, kata dia, merupakan penyakit kulit yang banyak menyerang hewan ternak ruminansia, terutama kambing dan kelinci, serta dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis) baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyakit yang sangat popular di kalangan peternak ruminansia itu tersebar di seluruh Indonesia dan dapat mengakibatkan ternak mengalami stres, kurus, pertumbuhan terhambat, daya tahan tubuh menurun, produktivitas menurun, hingga menyebabkan kematian yang tentunya merugikan peternak.
Jika terlambat dalam penanganan dan pencegahan, kata dia, bukan tidak mungkin mengakibatkan kerugian ekonomi di tingkat petani.
Ia menjelaskan bahwa scabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei yang hidup di terowongan lapisan kulit sehingga memicu munculnya infeksi sekunder oleh bakteri, seperti bakteri Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus.
Meskipun prevalensi cenderung sedang, lanjut dia, apabila dalam satu kelompok ternak terdapat satu saja yang terinfeksi maka akan menyebar dalam waktu singkat.
Sejauh ini, diakuinya penanganan scabies menggunakan antibiotik berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan kulit dan resistensi, sedangkan penggunaan obat kimia seperti permethrin, oral ivermectin, formaldehyde juga memiliki efek samping berupa peradangan kulit, alergi, dan bahkan potensi menyebabkan kanker.
Oleh karena itu, Ade dan rekan-rekanya berupaya menghadirkan solusi alternatif yang aman dan ampuh dalam menghambat pertumbuhan tungau dan bakteri pada penyakit scabies.
Serai dipilih oleh Ade dan rekan-rekannya karena minyak serai dapur (Cymbopogon citratus) memiliki bahan aktif citral, berupa geranial dan neral yang bersifat antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan ovicidal, sehingga efektif mencegah pembengkakan, pertumbuhan bakteri dan tungau, serta penetasan telurnya.
Sedangkan minyak cengkeh (Syzygium aromaticum) memiliki bahan aktif eugenol yang bersifat antioksidan, akarisida, insektisida, dan antibakteri sehingga dapat membunuh tungau dan bakteri.
Bersama rekan-rekannya, Ade telah melakukan berbagai tahapan penelitian untuk menguji efektivitas ekstrak serai dan cengkeh dalam penanganan scabies pada kelinci.
"Kami telah melakukan identifikasi scabies baik secara uji klinis maupun mikroskopis, ekstraksi serai dan cengkeh, uji kandungan senyawa aktif (GC-MS), formulasi sediaan herbal dalam bentuk spray, dan uji efektivitas melalui aplikasi spary herbal 'seacra in vivo' pada kelinci yang terkonfirmasi positif scabies," katanya.
Ia menambahkan bahwa ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) dan cengkeh (Syzygium aromaticum) berpotensi dalam menyembuhkan penyakit scabies yang disebabkan tungau Sarcoptes scabiei yang diperparah dengan infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus sp.
Ia mengatakan formulasi terbaik dapat mengurangi luas keropeng hingga 99,55 persen pada konsentrasi 5 persen dan 7,5 persen.
Parameter kesembuhan yang diamati pascaterapi adalah pengurangan luas keropeng sebelum dan sesudah pemberian perlakuan sehingga penggunaan spray herbal serai dapur dan cengkeh berpotensi sebagai alternatif yang lebih baik dalam menangani penyakit scabies dengan lebih aman dan efektif.
Ade berharap penelitian yang dilakukan bersama rekan-rekannya dapat bermanfaat luas, tidak hanya bagi peternak, tetapi juga nantinya dapat menjadi acuan untuk dilanjutkan uji terhadap manusia.
"Harapan kami hasil penelitian ini bermanfaat luas, tidak hanya bagi peternak, tetapi dapat dipertimbangkan untuk diuji pada manusia," katanya.