Ahad 07 Jul 2024 14:30 WIB

Hujan Masih Mengguyur pada Puncak Kemarau, Ini Kata BMKG

Sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan.

Warga beraktivitas saat pemukimannya terendam banjir di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2024). Banjir tersebut merendam pemukiman warga usai diterjang hujan pada Senin (1/7) malam yang menyebabkan kenaikan debit air di sungai Ciliwung. Banjir setinggi sekitar 60 centimeter tersebut melanda 5 RT di wilayah Jakarta Timur diantaranya 4 RT di Kelurahan Kampung Melayu, 1 RT di Kelurahan Cawang. Meski demikian, kondisi banjir di wilayah Kampung Pulo sudah berangsur surut.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas saat pemukimannya terendam banjir di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2024). Banjir tersebut merendam pemukiman warga usai diterjang hujan pada Senin (1/7) malam yang menyebabkan kenaikan debit air di sungai Ciliwung. Banjir setinggi sekitar 60 centimeter tersebut melanda 5 RT di wilayah Jakarta Timur diantaranya 4 RT di Kelurahan Kampung Melayu, 1 RT di Kelurahan Cawang. Meski demikian, kondisi banjir di wilayah Kampung Pulo sudah berangsur surut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musim hujan masih mengguyur sebagian wilayah di Indonesia meski bulan Juli diprediksi sudah memasuki, bahkan mencapai puncak musim kemarau. Prediksi  BMKG mengungkapkan,mengatakan puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi  Juli dan Agustus 2024.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto membenarkan prediksi bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Namun demikian, menurutnya perlu diluruskan bahwa meski statusnya adalah musim kemarau namun bukan berarti akan tidak turun hujan sama sekali. Hanya saja , kata dia, intensitas curah hujan di bawah 50 mm / dasarian.

Baca Juga

"Betul sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024 yaitu sebanyak 77,27%, dimana 63,95% durasi musim kemarau diprediksi terjadi selama 3 hingga 15 dasarian. Meski demikian bukan berarti dalam periode kemarau tidak ada hujan sama sekali, tetapi ada hujan meski kisaran di bawah 50 mm / dasariannya," terang Guswanto di Jakarta, Jumat (4/7) dilansir dari laman BMKG.

photo
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan pada layar yang menampilkan citra satelit cuaca di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (6/5/2024). - (Republika/Putra M. Akbar)

Guswanto menyebut, dalam sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional - global yang cukup signifikan. Diantaranya, termonitornya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Sebagian besar Papua. Selain itu, suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia memberikan kontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah Indonesia.

"Fenomena atmosfer inilah yang memicu terjadinya dinamika cuaca yang berakibat masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, kombinasi pengaruh fenomena-fenomena cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5 - 11 Juli 2024. Wilayah yang dimaksud yaitu, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.

Andri mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan adanya potensi hujan yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang. Utamanya masyarakat yang bermukim di wilayah perbukitan, dataran tinggi, juga sepanjang daerah aliran sungai.

Terkait cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di wilayah Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada tanggal 3 Juli yang lalu, Andri mengatakan bahwa kejadian tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.

Diterangkan, proses hujan diawali dengan kondensasi uap air teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku. Es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar. Pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat, maka terjadi hujan. Hanya saja, kadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, dimana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.

"Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat Puncak Musim Kemarau melanda wilayah kita nantinya,"ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement