REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintahan baru Prabowo-Gibran diharapkan mampu menciptakan produk sawit yang berdaya saing serta memperkuat posisinya sebagai komoditas strategis bagi pasar dalam dan luar negeri. Karena itulah dibutuhkan kebijakan proteksi maupun promosi bagi sawit yang dapat dijalankan.
“Kebijakan proteksi dapat dipilih pemerintah karena sawit seringkali dapat gangguan. Karena itulah banyak cara dapat dilakukan untuk melindungi sawit dengan cara aktif dan pasif,” kata Guru Besar IPB University Rachmat Pambudy saat menjadi pembicara dalam diskusi bertemakan “Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit dalam Pemerintahan Baru” di Auditorium Gedung D Kementerian Pertanian pada Kamis (4/7/2024).
Narasumber lain dalam diskusi ini antara lain Dr. Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Fenny Sofyan (Pengurus Bidang Komunikasi GAPKI), dan Ardi Praptono (Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian RI).
Prof. Rachmat Pambudy menjelaskan kebijakan proteksi dan promosi sawit perlu secara aktif dilakukan melalui dukungan pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab sawit dapat menjadi senjata untuk menyerang dan bertahan lantaran dapat dimanfaatkan sebagai produk makanan.
Menurut Rachmat Pambudy, usulan pembentukan Badan Sawit Indonesia ini haruslah memiliki dasar kuat secara argument dan data. Sebaiknya, pembentukan Badan Sawit Indonesia menjadi kebutuhan bersama pemangku kepentingan sawit.
”Jadi ini (badan sawit) harus menjadi kebutuhan bersama," tambah Rachmat Pambudy.
Fenny Sofyan dalam acara itu menegaskan bahwa industri sawit bukan hanya penting di Indonesia saja tetapi juga untuk global.
“Beberapa tahun lalu sawit menguasai sekitar 50 persen minyak nabati dunia, tapi sekarang bahkan mencapai 60 persen di 2023. Artinya dependensia dunia terhadap sawit sangat tinggi,” ujar Fenny.
Hal tersebut, ujar dia, karena minyak nabati kompetitor sawit yang sebelumnya membanjiri pasar juga mengalami penurunan produksi. Padahal, dalam beberapa waktu ke depan permintaan minyak nabati dunia bakal bertambah sebanyak 1 juta ton.
Dia mengingatkan alarm tersebut juga harus diantisipasi oleh Indonesia sebagai pengekspor sawit terbesar di dunia dengan tidak kurang 27 juta ton per tahun. Sebab, saat ini produktivitas sawit nasional mengalami stagnasi produksi, sementara kebutuhan dalam negeri terus meningkat.
“Jadi kita akan menghadapi Indonesia Emas 2045 yang produksi sawit ditargetkan 92 juta ton, tapi tapi jujur saja itu susah untuk menembus itu. Harus ada komitmen bersama,” ujarnya.
Senada, Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung menyebut, bahwa produktivitas sawit petani swadaya saat ini masih rendah. Di sisi lain, kebutuhan minyak sawit untuk energi di dalam negeri terus meningkat dengan adanya pengembangan biodiesel (solar campur minyak sawit).
Apalagi, pemerintah berencana terus melakukan pengembangan biodiesel hingga mencapai B50. Produktivitas kebun kelapa sawit yang rendah, kata Gulat, dapat mengancam pasokan untuk pemenuhan minyak sawit sebagai bahan baku energi maupun pangan.
"Kalau ingin B50, kami khawatir Indonesia menjadi importir CPO 1,2 juta ton per tahun dengan kondisi produksi saat ini," ujar Gulat.
Menurutnya, peremajaan sawit rakyat (PSR) harus menjadi prioritas. Lewat replanting, produktivitas kepala sawit petani disebut dapat melonjak lebih tinggi. Namun, nyatanya program PSR masih jauh dari harapan. Sejak diluncurkan pada 2017, kata Gulat, realisasi PSR saat ini hanya mencapai 323.000 hektare dari target 500.000 hektare. Tumpang tindih kebijakan, dianggap menjadi faktor utama minimnya realisasi peremajaan sawit di kalangan petani swadaya.
Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian RI Ardi Praptono menjelaskan dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas perkebunan sawit rakyat, Pemerintah terus berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting dan Sarana dan Prasarana (Sarpras).
Menurutnya, ada tiga langkah dapat dilakukan untuk percepatan program tersebut antara lain melakukan pendataan perkebunan kelapa sawit khususnya kebun kelapa sawit rakyat secara nasional, penyederhanaan regulasi yang menghambat capaian program, dan mendorong penambahan dana PSR.