Senin 08 Jul 2024 18:00 WIB

SKK Migas: Gas Energi Transisi Menuju EBT

Konsumsi gas diperkirakan terus meningkat.

Red: Satria K Yudha
PGN LNG yang merupakan anak perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengoperasikan Fasilitas Terminal LNG Terapung /Floating Storage and Regasification Unit di Lampung.
Foto: PGN
PGN LNG yang merupakan anak perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengoperasikan Fasilitas Terminal LNG Terapung /Floating Storage and Regasification Unit di Lampung.

REPUBLIKA.CO.ID, SEPAKU -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan gas menjadi energi transisi menuju pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT). Gas berperan penting untuk memastikan ketahanan energi di masa transisi.

Wakil Kepala SKK Migas Shinta Damayanti saat peluncuran kemitraan Pembangunan Ruang Hijau Taman Buah Puspantara Ibu Kota Nusantara di Desa Suko Mulyo, Kecamatan Sepaku, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Senin (8/7/2024) mengatakan, konsumsi gas diperkirakan meningkat lebih besar lagi.

Baca Juga

Konsumsi gas yang saat ini yang sekitar 6.000 MMSCFD diperkirakan meningkat menjadi 26.112 MMSCFD di tahun 2050, atau naik sebesar 298 persen. "Peningkatan volume ini terjadi dikarenakan migas masih diperlukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sektor energi, namun juga untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku atau feedstock bagi pembangunan industri kita, khususnya industri petrokimia," kata Shinta .

Selain itu, produksi gas juga akan semakin dominan ke depannya, dikarenakan gas adalah energi transisi menuju penggunaan energi baru dan terbarukan. Menurut dia, saat Indonesia merayakan Peringatan Emas Kemerdekaan yang ke-100 pada 2045, perekonomian Indonesia diperkirakan masuk lima besar dunia.

Namun, semua paham bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan ini hanya dapat dicapai jika didukung oleh ketersediaan energi yang memadai.

Untuk itu, dalam upaya memenuhi kebutuhan energi tersebut, pemerintah telah menetapkan Proyeksi Bauran Energi Nasional hingga tahun 2050, yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam rencana tersebut, SKK Migas melihat bahwa persentase kontribusi minyak dan gas terhadap jumlah energi yang dibutuhkan terus menurun dari 63 persen di tahun 2020 menjadi 44 persen pada 2050.

"Namun demikian, seiring meningkatnya kebutuhan energi pendukung pertumbuhan ekonomi, kebutuhan kita akan minyak dan gas justru terus meningkat secara volume. Konsumsi minyak di tahun 2050 diperkirakan naik dari saat ini 1,66 juta BOPD menjadi 3,97 juta BOPD, atau meningkat 139 persen," kata Shinta.

Untuk mendukung hal tersebut, SKK Migas pada tahun 2020 telah mencanangkan Rencana Strategi Indonesia Oil & Gas (IOG) 4.0. atau Renstra IOG 4.0 yang merupakan rangkaian rencana strategis jangka menengah dan panjang untuk memacu kemajuan dan mentransformasi industri hulu migas Indonesia hingga tahun 2032.

Renstra IOG 4.0 ini tersusun atas 10 Pilar dan enablers sebagai kerangka kerja strategis, 25 Program Kunci untuk menjalankan program, 80 target untuk memonitor perkembangan, dan lebih dari 200 Rencana Aksi.

Renstra tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD, tetapi juga memiliki dua tujuan lain yaitu mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dari kegiatan hulu migas, dan memastikan keberlanjutan lingkungan.

 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement