REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sejarah mencatat bahwa penyelenggaraan ibadah haji pernah dibatalkan atau diselenggarakan dalam jumlah terbatas dengan berbagai sebab seperti karena penyakit atau konflik bersenjata. Penyakit yang membuat penyelenggaraan haji batal atau dibatasi pertama kali adalah kolera.
"Kolera adalah penyakit dengan gejala diare hebat diikuti muntah," tulis M Imran S Hamdani dalam bukunya "Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko".
Imran menuturkan, dalam kasus ini penderita dapat dengan cepat kehilangan cairan dan mengakibatkan kegagalan organ hingga kematian. Wabah kolera diketahui pertama kali terjadi di India pada tahun 1817 Kemudian menyebar ke beberapa negara.
"Tercemarnya sumber air ditengarai menjadi penyebab timbulnya penyakit ini," katanya.
Bukti kondisi sanitasi yang tercemar di India ini dapat kita temui pada catatan perjalanan haji yang ditulis oleh Abdul bin Abdulkadir Munsyi pada tahun 1854. Dalam catatannya yang ditulis ulang oleh Henri Chamber Lior, menceritakan apa yang dilihatnya ketika kapal laut yang ditumpanginya berlabuh di Kalikut, negara bagian Kerala India.
"Abdullah menunjukkan keheranannya soal kebiasaan penduduk setempat yang membuang hajat di sembarang tempat," katanya.
Dalam catatannya kata Imra Abdul bin Abdulkadir mengatakan:
"Pada suatu adat dalam negeri itu yang menurut saya terlalu menjadi aib, yaitu tiada berjamban. Semua orang pergi buang air ke tepi laut berbanjar-banjar duduk dengan tidak merasa malu akan dilihat orang."
Namun, catatan Abdullah tersebut tidak bisa diselesaikan karena sakit dan wafat. Abdullah menjadi saksi ganasnya wabah kolera di Makkah pada masa itu. Akan tetapi, catatan tersebut tidak dibuang melainkan dibawa ke Singapura, lalu diserahkan kepada kerabatnya di Indonesia Henri Chamber-Lior dalam bukunya "NaikHaji di Masa Silam (2019).