Rabu 10 Jul 2024 07:40 WIB

DPR Bentuk Pansus Haji 2024, Efektif atau Hanya Gimik Politik?

Dasar pemikiran pansus haji masih diperdebatkan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Jamaah haji (ilustrasi).
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Jamaah haji (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR RI telah menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket penyelenggaraan ibadah haji 2024 untuk menyelidiki penyalahgunaan kuota jamaah. Namun, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj menilai landasan pembentukan Pansus ini sebenarnya tidak cukup kuat. Apalagi, topik yang diangkat adalah masalah kouta haji.

"Saya punya catatan tersendiri terkait dengan Pansus ini. Yang pertama dari aspek landasan dibentuknya Pansus ini saya kira masih bisa diperdebatkan dan alasan yang digunakan tidak cukup kuat kalau entry poinnya menggunakan isu kuota haji," ujar Mustolih saat dihubungi Republika pada Selasa (9/7/2024).

Baca Juga

Terkait masalah kuota haji 2024 ini, menurut dia, pemerintah sebenarnya tidak melakukan pelanggaran. Karena, berdasarkan pasal 8, pasal 9 dan pasal 64 Undang-Undang nomor 8 tahun 2019 memang ada istilah dua kuota. Pertama, yaitu kuota pokok yang 221 ribu, yang mana rumus pembagiannya adalah 92 persen untuk haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus.

"Nah itu bisa diberlakukan rumus itu pada kuota haji pokok. Nah menyangkut kuota Haji tambahan yang 20 ribu itu zaya kira tidak ada pelanggaran dari Kemenag atau pemerintah, karena apa? itu menjadi kewenangan Menteri Agama untuk mengaturnya," ucap Mustolih.

Pada 2022 lalu, menurut dia, sebenarnya pemerintah Indonesia juga pernah mendapatkan kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi. Namun, kata dia, pada saat itu pemerintah memutuskan untuk tidak mengambilnya karena pemberian kuotanya itu sangat mepet dengan waktu pelunasan maupun berbagai persiapan teknis haji lainnya.

"Nah kenapa itu dulu tidak dipansus gitu ya? Itu kan kalau landasannya adalah kemudian yang sekarang ini tidak memberikan keadilan bagi jamaah haji reguler kenapa ketika Tahun 2022 itu tidak dilakukan Pansus?," kata dia.

Alasan lain yang diungkapkan Timwas DPR RI terkait pentingnya pembentukan Pansus Haji 2024 ini karena adanya kasus AC mati di tenda jamaah. Namun, menurut Mustolih, persoalan matinya AC itu hanya terjadi di beberapa tenda saja.

"Saya kira kalau ada persoalan-persoalan AC mati, kemudian over kapasitas itu kan sifatnya sektoral dan kemudian kasuistik. Artinya tidak masif dan kemudian ada juga penyelesaian-penyelesaian yang dilakukan oleh Kemenag," jelas dia.

Karena itu, lanjut dia, alasan pembentukan Pansus tersebut sebetulnya juga tidak tepat. Jika benar-benar ingin memperbaiki layanan haji, menurut dia, justru DPR RI seharusnya membentuk Pansus itu pada 2023 lalu, yang mana pada saat itu ada tragedi Muzdalifah.

"Seharusnya yang dipansuskan itu adalah tragedi Muzdalifah tahun 2023 yang lalu. Itu saya kira wajar kalau kemudian dipansuskan dan layak," ujar dia.

Di samping itu, Mustolih juga menilai waktu pembentukan pansus haji ini tidak ideal. Karena beberapa bulan lagi atau tepatnya tanggal 1 Oktober 2024 mendatang, periode DPR 2019-2024 akan berakhir. Sementara, banyak anggota DPR yang tidak terpilih lagi.

"Saya menduga ini akan layu sebelum berkembang. Karena semangatnya juga tidak mendasar sesungguhnya, dan dari aspek waktu tidak terlalu ideal tadi. Misalnya, mereka juga akan reses dan kemudian nanti Agustus akan ada sidang tahunan," ucap Mustolih.

"Oleh karena itu saya kira dari aspek waktu tidak akan terkejar apalagi kalau misalnya targetnya itu angket gitu," kata dia.

Lalu dari aspek momentum, lanjut dia, sebetulnya yang dibutuhkan masyarakat sekarang bukan Pansus Haji. Karena, menurut dia, penyelenggaraan haji tahun ini justru jauh lebih baik daripada tahun sebelumnya.

"Mestinya yang masyarakat butuhkan itu Pansus kebocoran data atau kemudian Pansus judi online. Nah ini saya kira yang mesti dipansuskan. Jadi DPR harusnya itu membentuk pansus yang dibutuhkan masyarakat bukan yang tidak dibutuhkan masyarakat malah dipansuskan. Saya kira ini juga menajdi catatan," jelas Mustolih.

Namun, karena pembentukan Pansus Haji 2024 ini sudah menjadi kesepakatan DPR, maka pemerintah harus menghormatinya. Tinggal nanti diliha, apakah Pansus Haji ini akan berjalan efektif atau justru hanya gimik politik saja.

"Ini mesti kita hormati dan kita akan lihat sejauh mana kemudian efektifitas daripada pansus ini dan transparansi mereka kemudian menyusun agenda-agenda pansus ke depan. Apakah betul-betul efektif atau hanya gimik politik di akhir periode saja?," kata Mustolih.

Terlepas daripada urgensi Pansus ini, tambah dia, catatan-catatan yang diberikan DPR juga harus didengar oleh pemerintah demi untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji di masa-masa yang akan datang.

"Tapi sekali lagi saya belum melihat adanya urgensi pansus ini dibentuk. Saya justru tergelitik kenapa Timwas DPR yang kemudian membentuk Pansus ini tidak memunculkan persoalan delay pesawat Garuda? Padahal ini urgen juga. Harusnya ini juga dijadikan topik," ujar Mustolih.

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Pengawasan Haji di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Anggota DPR perwakilan pengusul Hak Angket Haji, Selly Andriany Gantina mengatakan, para pengusul hak angket menilai bahwa pembagian dan penetapan kuota haji tambahan tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh.

Menurut Selly, keputusan menag dalam pelaksanaan haji tahun 2024 bertentangan dengan UU dan tidak sesuai dengan hasil kesimpulan rapat Panja Komisi VIII DPR RI.

"Semua permasalahan ini merupakan fakta bahwa belum maksimalnya Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama dalam melindungi warga negara Indonesia atau jamaah haji Indonesia," kata Anggota DPR RI F-PDIP ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement