REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsep rezeki menurut Islam sangatlah luas. Rezeki adalah segala karunia Allah SWT yang dipakai untuk memelihara kehidupan.
Karena itu, ia hadir dalam berbagai bentuk. Bukan hanya sesuatu yang kuantitatif atau terukur, semisal uang. Pemberian dari-Nya dirasakan pula dalam nikmat sehat dan ketenteraman hati. Wujudnya pun bisa berupa lingkungan yang kondusif untuk diri menjalankan ibadah sehari-hari.
Menurut Syekh Muhammad Mutawwalli Sya'rawi, dalam kitabnya, Tilka Hiya al-Arzaq, rezeki terbagi ke dalam dua hal, yakni yang halal dan haram. Perbedaan antara keduanya sangat jelas.
Manfaat rezeki haram tidak bertahan lama. Nikmat darinya akan habis dalam waktu sekejap. Adapun rezeki yang halal menimbulkan keberkahan dalam hidup walau tidak bisa diukur secara kuantitatif.
Islam mengajarkan umat manusia untuk berikhtiar, tidak berpangku tangan. Begitu pun dalam hal mencari rezeki. Nabi Muhammad SAW bersabda:
أن يحتطب أحدكم حزمة على ظهره، خير له من أن يسأل أحدا فيعطيه أو يمنعه
“Salah seorang dari kalian memikul kayu bakar di punggungnya itu lebih baik daripada ia mengemis kepada seseorang, diberi atau ditolak.” (HR Bukhari).
Hadis di atas mengisyaratkan kepada kaum Muslimin agar jangan menyerah dalam mencari nafkah.
Walaupun pekerjaan yang sedang dijalani tampak remeh dalam pandangan masyarakat umum, selama itu halal tidak menjadi soal. Bekerja dalam rangka penghidupan duniawi adalah amalan yang mulia di sisi Allah SWT.
Sementara itu, dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:
مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
“Siapa pun yang pada waktu sore merasa lelah karena mencari nafkah, pada saat itu dosanya diampuni" (HR At-Thabrani)
Bagi setiap Mukmin, hadis tersebut dapat menjadi motivasi untuk pantang menyerah dalam berusaha. Hal itu pun menjadi penyemangat, terlebih ketika motivasi duniawi dirasa sedang lesu.
Betapapun besar prestise sebuah pekerjaan, yang terpenting adalah kehalalan. Demikian pula, penghasilan "sekecil" apa pun, apabila diperoleh melalui jalan yang halal, maka itulah sebuah kebanggaan.
Islam memberikan tuntunan, mencari rezeki pun mesti dilakukan dengan cara yang baik. Muslim dilarang memperoleh penghasilan dengan cara-cara yang batil dan menzalimi pihak lain. Tugas kita adalah menjemput rezeki dan bertawakal, menyerahkan hasil usaha kepada Allah, Sang Maha-penjamin rezeki.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” (QS Hud: 6).
Ayat itu menegaskan, Allah SWT telah menjamin rezeki semua ciptaan-Nya. Maka dari itu, seorang Mukmin mesti selalu optimistis. Tidak perlu risau.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ...
“...Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS at-Talaq ayat 2-3).