REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyambut dengan hangat kunjungan Grand Syekh al-Azhar, Ahmed al-Tayyeb pada hari ini, Kamis (11/7/2024), di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta. Dalam kesempatan ini, ulama dari Mesir tersebut disambut antara lain oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dan Sekretaris Umum, Prof Abdul Mu'ti.
Kedatangan Syekh Ahmed al-Tayyeb tersebut menjadi salah satu rangkaian agenda lawatannya selama berada di Indonesia sejak Senin (8/7/2024). Pertemuan antara tokoh Universitas al-Azhar Kairo dan unsur PP Muhammadiyah itu berlangsung selama dua jam hingga pukul 13.00 WIB.
Saat tiba di Gedung Dakwah, Grand Syekh al-Azhar itu diberikan cendera mata berupa Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) 1446 Hijriah. Sekadar informasi, baru-baru ini Persyarikatan Muhammadiyah mengumumkan penerapan KHGT untuk menentukan awal bulan kamariah.
Menurut Prof Haedar Nashir, hubungan antara Muhammadiyah dan al-Azhar memiliki sejarah panjang. Banyak tokoh Persyarikatan pernah belajar di kampus tersebut. Sekembalinya ke Tanah Air, mereka pun mengembangkan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran yang diperolehnya dari sana.
“Kiai Dahlan (pendiri Muhammadiyah) juga memperoleh inspirasi dari Muhammad Abduh yang saat itu tidak lain adalah syekh al-Azhar. Kiai Mas Mansur, yang terbilang empat serangkai (bersama Sukarno, Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara --Red), dan juga ketua PP Muhammadiyah pun lulusan al-Azhar,” kata Haedar menjelaskan, seperti dikutip Republika dari keterangan tertulis, Kamis (11/7/2024).
Ia menyatakan, pertemuan ini berlangsung dalam nuansa yang penuh keakraban. Pihaknya ingin terus menjaga hubungan yang baik antara Persyarikatan dan al-Azhar sebagai salah satu mercusuar peradaban Islam yang diakui dunia.
“Biarpun kami punya hotel di Yogyakarta, di Malang, dan seterusnya, kami menerima (Grand Syekh al-Azhar) di gedung ini untuk (menunjukkan) bahwa hubungan antara kami dan al-Azhar itu juga terjalin kekeluargaan, tidak terlalu formalistik,” ucap Haedar.
Isi pertemuan
Pertemuan selama dua jam ini berlangsung dengan lancar. Ada beberapa hal yang dibahas oleh jajaran PP Muhammadiyah dan Grand Syekh al-Azhar.
Syekh Ahmed al-Tayeb antara lain menekankan, pentingnya prinsip moderat (wasathiyah) atau moderasi dalam beragama. Menurut dia, hal itu dapat menjadi kunci dalam menjaga keharmonisan hubungan antarumat agama-agama.
“Bagi Islam, prinsip beragama itu merujuk pada Alquran dan as-Sunnah, serta tidak boleh ingkar sunah. Banyak hal substansial dari Alquran yang memerlukan penjelasan dari as-Sunnah,” kata Haedar mengutip Syekh Ahmed.
Menurut Ketum PP Muhammadiyah, Grand Syekh al-Azhar juga menyoroti pentingnya ilmu dirasah islamiyah yang sangat mendalam dan kompleks. Ia menyebutkan, umat Islam memiliki perangkat ilmu yang sangat kokoh dan teruji dalam sejarah, termasuk ilmu hadis.
“Untuk mencapai kebenaran satu hadis saja, penelitian sanad dan periwayatannya sangat detail. Tidak ada sub-ilmu yang begitu kompleks selain ilmu hadis,” tambahnya.
Karena itu, tokoh al-Azhar ini mengajak kaum Muslimin, termasuk dari Indonesia, untuk terus mencintai ilmu-ilmu agama serta nilai-nilai orientasi kemajuan. Hanya dengan cara demikian, umat Rasulullah SAW dapat menjawab tiap tantangan zaman.
Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak turut membahas pelbagai peningkatan kerja sama antara Muhammadiyah dan al-Azhar. Ini tidak hanya mencakup moderasi, tetapi juga upaya-upaya membawa kemajuan umat Islam.
Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah dan al-Azhar menyepakati, moderasi beragama saja tidak cukup. Masih perlu penghayatan akan nilai-nilai agama yang membawa dampak pada kemajuan peradaban.
“Itulah yang kami maknai dari Alquran surah al-Baqarah (ayat) 143, umat tengahan yang menjadi saksi. Maksudnya, menjadi saksi dalam kontribusi kemajuan peradaban. Di mana umat Islam ada, di situ (umat) menjadi problem solver,” ujar Haedar.
Dalam upaya mendukung kemajuan pendidikan, Syekh Ahmed al-Tayeb menambahkan tawaran beasiswa untuk Muhammadiyah. Al-Azhar setiap tahun terus menambah beasiswa untuk orang Indonesia, termasuk bagi kader Muhammadiyah.
Ini menunjukkan komitmen tinggi terhadap pengembangan ulama-ulama yang kuat dalam ilmu dirasah islamiyah. Dengan itu, harapannya lahir generasi yang alim, cekatan menjawab tantangan zaman, serta menjadi penerang bagi masyarakat.