REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW adalah yang pertama kali menerangkan, mengajarkan, dan sekaligus menafsirkan Alquran. Rasulullah SAW menjadi sumber utama rujukan tafsir dan tempat bertanya bagi kaum Muslimin ketika masa hayat beliau.
Karena kedekatan dengan Nabi SAW, para sahabat pun mengetahui makna, maksud, dan rahasia-rahasia ayat-ayat suci Alquran. Di antara mereka adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Zaid bin Tsabit.
Dari generasi sahabat Nabi SAW, kegiatan penafsiran Alquran kian berkembang. Sebab, sepeninggal Rasulullah SAW, mereka menjadi guru bagi para tabiin. Sejumlah ahli tafsir pun bermunculan di pusat-pusat pendidikan Islam, semisal di Hijaz, Syam, dan Irak.
Di antara para ahli tafsir terkemuka, tersebutlah tiga yang utama. Karya-karya mereka berpengaruh besar bahkan hingga kini.
Mereka adalah Muhammad bin Jarir ath-Thabari (224-310 H), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurtuby (wafat 671 H), dan Imaduddin Abul Fida' Ismail bin Amr bin Katsir (wafat 774 H).
Tafsir ath-Thabari
Berjumlah 12 jilid. Ini adalah kitab tafsir tertua. Karya Imam ath-Thabari itu telah menjadi referensi utama bagi para mufasirin, terutama penafsiran dengan metode binnaqli atau biiriwayah.
Penjelasan Rasulullah, pendapat shahabat, dan tabiin menjadi dasar utama penjabarannya. Kemudian, ulama ini mengupasnya secara detail dan disertai dengan analisis yang tajam.
Apabila dalam menafsirkan satu ayat muncul dua pendapat atau lebih, maka akan disebutkan satu per satu, lengkap dengan dalil dan riwayat para sahabat dan tabiin yang mendukung masing-masing pendapat. Kemudian, sang penulis akan memilih (tarjih) mana yang lebih kuat dari sisi-sisi dalilnya. Di samping itu, ia juga mengaitkan dengan hukum apabila ayat yang dibahas berkaitan dengan masalah hukum.
Tafsir Ibnu Katsir
Imam asy-Syaukani mengatakan, Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir terbaik, jika tidak bisa dikatakan sebagai yang terbaik. Adapun Imam as-Suyuthi menilai, karya Imam Ibnu Katsir ini menakjubkan. Belum ada ulama yang menandinginya.
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir adalah alumnus akhir madrasah tafsir dengan atsar. Ulama ini juga tercatat sebagai murid Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah (wafat 774 H).
Tafsir Alquran Ibnu Katsir terdiri atas 10 jilid. Penafsirkan ayat-ayat Alquran dilakukan dengan sangat teliti, serta menukil perkataan para salafus shalih.
Ia menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami. Ibnu Katsir juga menerangkan ayat dengan ayat yang lainnya serta membandingkannya agar lebih jelas maknanya.
Selain itu, disebutkan pula hadis-hadis yang berhubungan dengan suatu ayat Alquran, serta penafsiran para sahabat dan tabiin. Ibnu Katsir juga sering men-tarjih di antara beberapa pendapat yang berbeda, juga mengomentari riwayat yang sahih atau yang dhaif (lemah).
Tafsir al-Qurtuby
Secara keseluruhan, kitab tafsir ini terdiri atas 11 jilid, lengkap dengan daftar isinya. Menurut beberapa ulama, keistimewaan dari Tafsir a-Qurtuby adalah "membuang" kisah dan sejarah. Itu lalu diganti dengan hukum serta istimbat dalil. Karyanya juga menerangkan qiroat, nasikh dan mansukh.
Gaya penulisannya amat khas ulama fikih. Ia banyak menukil tafsir dan hukum dari para ulama salaf, dengan menyebutkan pendapat mereka masing-masing. Pembahasan suatu permasalahan fiqiyah pun dilakukan dengan sangat detail.
Tak hanya itu, al-Qurtuby tidak segan mengadakan riset mendalam untuk memperjelas kata-kata yang dianggap sulit. Dengan demikian, pembaca yang kurang begitu ahli dalam bahasa Arab pun akan terbantu.