REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan bisnis gulung tikar di "Israel" sejak dimulainya perang di Gaza, dan lebih banyak lagi yang diperkirakan akan tutup, yang semakin memperburuk krisis ekonomi di entitas Zionis tersebut. Menurut perusahaan Coface Bdi Israel, sejak dimulainya perang Israel di Gaza, 46.000 bisnis telah tutup.
Menurut surat kabar Israel, kerusakan pada ekonomi Israel sangat luas di semua lini. Ketika perusahaan tutup, dampaknya akan terasa pada pelanggan, pemasok, dan pihak lain dalam ekosistem mereka.
"Selain penutupan bisnis, telah terjadi penurunan aktivitas yang signifikan di berbagai sektor sejak pecahnya perang," tulis laporan tersebut dikutip dari Al Mayadeen Jumat (12/7/2024).
Bahkan, dalam survei khusus terhadap para manajer, sekitar 56 persen manajer bersaksi bahwa telah terjadi penurunan signifikan dalam cakupan aktivitas mereka sejak dimulainya perang. Sekitar 27 persen industri konstruksi terkena dampak. Kemudian industri jasa sekitar 19 persen dan sektor industri dan pertanian sekitar 17 persen.
Sektor perdagangan mengalami dampak sekitar 12 persen, sementara teknologi tinggi dan teknologi canggih mengalami penurunan sebesar 11 persen. Meski demikian, sektor makanan dan minuman hanya terkena dampak sekitar 6 persen.
"Kami memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 bisnis di Israel diperkirakan akan tutup," tulisnya.
Surat kabar Israel itu juga menyoroti berbagai tantangan yang akan dihadapi, termasuk kekurangan tenaga kerja, penurunan penjualan, biaya bunga dan pembiayaan yang tinggi. Kemudian masalah transportasi dan logistik, kekurangan bahan baku, akses terbatas ke area pertanian di zona pertempuran, tidak adanya pelanggan yang terkena dampak konflik, gangguan rantai pasokan, meningkatnya tantangan pengadaan, dan masih banyak lagi.
Sebelumnya, Republika memberitakan, 46 ribu usaha di Israel dilaporkan tutup sejak pembalasan brutal Israel ke Jalur Gaza selepas serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober. Kekurangan tenaga kerja akibat perekrutan pasukan cadangan dan larangan masuk pekerja Palestina ikut jadi penyebabnya.
Angka bisnis yang tutup itu juga disebut akan melonjak hingga akhir tahun ini. "Kami memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 bisnis di Israel diperkirakan akan tutup," dilaporkan perusahaan Coface Bdi Israel seperti dilansir surat kabar Israel Maariv, kemarin. Perusahaan, yang mengkhususkan diri dalam informasi bisnis untuk manajemen risiko kredit, itu telah menganalisis dan memberi peringkat pada bisnis dan perusahaan dalam perekonomian Israel selama kurang lebih 35 tahun.
CEO Coface Bdi, Yoel Amir menjelaskan pada Rabu bahwa angka tersebut dianggap angka yang tinggi yang mencakup banyak sektor, dengan sekitar 77 persen bisnis tutup sejak awal perang atau sekitar 35,000 bisnis dengan hingga lima karyawan.