Sabtu 13 Jul 2024 02:00 WIB

Populasi Islam di Eropa Melonjak, Ratusan Ribu Yahudi Siap Angkat Kaki

Sejarahnya, justru penguasa Muslim di Eropa yang melindungi Yahudi.

Pengunjuk rasa pro-Palestina menduduki Alun-alun La Republique di Paris pada Oktober 2023 lalu.
Foto: REUTERS/Sarah Meyssonnier
Pengunjuk rasa pro-Palestina menduduki Alun-alun La Republique di Paris pada Oktober 2023 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Keunggulan koalisi sayap kiri dalam Pemilu Prancis baru-baru ini dilaporkan mengguncang komunitas Yahudi di negara tersebut. Ratusan ribu anggota komunitas Yahudi disebut bersiap meninggalkan negara itu menuju Israel.

Laman berita Israel YnetNews melaporkan, banyak orang Yahudi beralih ke organisasi ‘aliyah” yang memfasilitasi keberangkatan ke Israel setelah pemilu. Ariel Kandel, CEO Qualita, yang berfungsi sebagai organisasi payung bagi imigran Prancis di Israel, menjelaskan bahwa hal ini terjadi menyusul munculnya iklim politik dan ketakutan akan masa depan di kalangan Yahudi Prancis.

Baca Juga

BACA JUGA: Banyak Lakukan Ini, Wajah Kita akan Dikenal Rasulullah di Hari Kiamat

Studi menunjukkan bahwa 38 persen orang Yahudi Perancis sedang mempertimbangkan untuk pergi ke Israel, yang berarti sekitar 200.000 orang. “Kalau dipersempit, 13 persen diantaranya serius mempertimbangkan kembali ke Israel, yaitu sekitar 60.000 orang yang bisa tiba di Israel besok pagi,” ujar Kandel dikutip YnetNews, Jumat (12/7/2024).

“Mereka belum mengambil tindakan karena kebijakan sosial Perancis termasuk yang paling dermawan di dunia, dan mereka takut kehilangan hal tersebut. Ini bukanlah transisi ekonomi yang mudah. Kita perlu memikirkan bagaimana kita dapat menawarkan lebih banyak peluang ekonomi dan penyerapan yang lebih baik kepada mereka di Israel,” tambahnya.

Dalam pemilu kali ini, komunitas Yahudi di Prancis berkubu dengan kelompok sayap kanan yang dipimpin Marine Le Pen. Tak hanya itu Menteri Diaspora Israel Amichai Chikli dari Partai Likud secara terbuka mendukung Partai Nasional sayap kanan yang dipimpin Marine Le Pen, sebuah campur tangan politik yang membuat Presiden Prancis Emmanuel Macron memprotes PM Israel Benjamin Netanyahu.

Aliansi Yahudi dan sayap kanan ini di permukaan tampaknya janggal karena gerakan sayap kanan Prancis justru yang kental dengan sejarah antisemitisme. Kelompok itu punya sejarah terkait para kolaborator Nazi saat Prancis diduduki Jerman pada Perang Dunia II.

Platform Le Pen bahkan mencakup pelarangan pemakaian kippah di depan umum, masalah persetujuan penyembelihan halal, dan menciptakan iklim bermasalah bagi mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda Prancis-Israel.

Sentimen pro-Palestina yang kuat di sayap kiri, terutama sejak serangan 7 Oktober dan dimulainya genosida Israel di Gaza agaknya mendorong pergeseran tersebut. Sejarah antisemit sayap kanan Prancis dinilai masalah kecil selama Le Pen memerangi krisis imigrasi, yang artinya menghalangi lebih banyak Muslim menjadi warga Prancis, dan meningkatkan keamanan.

“Orang-orang Yahudi bersedia membayar harga untuk memilih partai yang memiliki akar antisemit selama mereka merasa lebih aman. Bahkan ada yang mengatakannya dengan bangga,” kata Kandel.

Partai Le Pen kini kemungkinan tidak akan membentuk pemerintahan berikutnya setelah kalah dalam pemilu pekan lalu. Artinya warga Yahudi lokal mungkin harus bersanding dengan elemen sayap kiri di negara tersebut yang memiliki sikap pro-Palestina. Pimpinan sayap kiri Prancis, Jean-Luc Melenchon langsung berjanji mengakui kedaulatan Palestina dalam pidato setelah pengumuman hasil pemilu.

“Mereka (sayap kiri) adalah orang-orang yang menyangkal pembantaian tanggal 7 Oktober, mendefinisikan Hamas sebagai gerakan perlawanan, mengibarkan lebih banyak bendera Palestina dibandingkan bendera Perancis dalam aksi unjuk rasa mereka. Ini adalah kenyataan yang sangat sulit diterima oleh masyarakat Yahudi. Ini sangat dramatis. Ini buruk bagi Perancis dan Israel. buruk bagi orang-orang Yahudi," ujar Kandel.

Yedidia Stern, presiden Institut Kebijakan Rakyat Yahudi (JPPI) dan profesor emeritus hukum di Universitas Bar-Ilan, menuliskan di Jerusalem Post bahwa kekhawatiran soal Islamisasi Eropa mendorong sentimen kepindahan masal.

Ia menjelaskan, pada abad ke-19, orang-orang Yahudi adalah juga orang Eropa. Eropa adalah rumah bagi 90 persen orang Yahudi di dunia pada saat Kongres Zionis Pertama. Saat ini hanya sekitar 9 persen orang Yahudi yang tinggal di sana, atau sekitar 1,2 juta orang.

“Pada saat yang sama, Eropa mengalami proses Islamisasi dengan pesat. Lebih dari 5 persen penduduk Uni Eropa adalah Muslim – satu dari 20 penduduk – dan berlanjutnya imigrasi besar-besaran serta tingginya angka kelahiran Muslim di Eropa (tiga kali lipat dibandingkan penduduk Eropa lainnya) menunjukkan tren demografi yang jelas,” ujarnya.

Menurut Stern, meningkatnya kekuatan Islam di Eropa memicu dua tren politik utama. Salah satunya adalah gerakan balasan yang signifikan dan sengit dari mereka yang khawatir dengan fenomena tersebut. Hal ini merupakan pendorong utama pertumbuhan luar biasa partai-partai sayap kanan di seluruh Eropa. Kelompok Kanan-Tengah juga telah berkembang, namun kelompok sayap kanan menjadi lebih kuat dengan cara yang tidak tertandingi sejak Perang Dunia II.

“Menanggapi hal ini, tren politik yang berlawanan terlihat jelas: Partai Tengah, yang terancam oleh kelompok sayap kanan, mencari sekutu dari kelompok sayap kiri, dan terkadang kelompok sayap kiri yang ekstrim. Memang benar, tren global mengenai terkikisnya pusat politik yang mendukung gerakan-gerakan ekstrem sayap kanan dan kiri tampaknya menjadi tren yang terjadi di Eropa saat ini,” tulis Stern.

Hal itu, menurut Stern, memicu seruan pergi ke Israel. Hal ini karena sejak 7 Oktober, sentimen pro-Palestina merebak di kalangan sayap kiri Eropa.

Tak hanya di Prancis, Israel dan sayap kanan juga akrab di Belanda. Politikus anti-Islam, Geert Wilders yang partainya memeroleh suara terbanyak di pemilu Belanda tahun lalu belakangan kerap menjanjikan dukungan kepada Israel.

Muslim lindungi Yahudi... baca halaman selanjutnya

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement