Sabtu 13 Jul 2024 15:05 WIB

Suasana Shubuh di Zaman Rasulullah dan Ketika Mendekati Kiamat, ini Bedanya

Di Zaman Rasulullah dahulu, shubuh adalah waktu yang pas untuk berdzikir.

Jamaah tabligh akbar mempraktikkan metode manghafal Alquran semudah tersenyum di Masjid Baiturrohim, Perum Korpri, Kota Bandar Lampung pada Sabtu (26/1) usai Sholat Shubuh.
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Jamaah tabligh akbar mempraktikkan metode manghafal Alquran semudah tersenyum di Masjid Baiturrohim, Perum Korpri, Kota Bandar Lampung pada Sabtu (26/1) usai Sholat Shubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditunggu atau tidak, kiamat pasti akan datang entah kapan waktu pastinya. Namun harus diingat, ketika kiamat datang, maka hari itu akan dimulai pertanggungjawaban segala apa yang pernah diperbuat.

Kalau dahulu yang diperbuat adalah kebaikan, maka dia akan memberatkan timbangan kebaikan untuk menggapai ridha Allah. Namun sebaliknya, jika yang berat adalah keburukan, maka bersiaplah menghadapi murka Allah yang menyakitkan.

Baca Juga

Ada sebuah tanda yang harus diwaspadai, khususnya ketika waktu Shubuh tiba. Shubuh di waktu Rasulullah hidup memiliki kekhasan tersendiri. Sedangkan Shubuh di zaman yang mendekati kiamat itu tidak lagi memiliki keadaan seperti pada zaman Nabi Muhammad dahulu. Berikut ini penjelasannya.

Ulama besar penulis buku fenomenal La Tahzan, Syekh Aidh Al Qarni, membandingkan bagaimana perbedaan mencolok antara suasana subuh di masa Rasulullah SAW dengan di akhir zaman.

Suasana subuh di Kota Madinah era Rasulullah memiliki ciri khas yang unik dan syahdu, berbeda jauh dengan suasana subuh di mayoritas kota-kota Muslim saat ini. Syekh Aidh Al-Qarni dalam buku Sentuhan Spiritual menjelaskan, terdapat kisah yang dinukil dari para sahabat dan tabi’in.

Konon jika ada orang berlalu melewati rumah-rumah para sahabat dan tabi’in di waktu subuh, maka terdengar gemuruh seperti suara lebah. Suara tersebut tidak lain berupa bacaan doa, tangisan, dan tartil Alquran.

Inilah yang terjadi di Kota Madinah era Nabi Muhammad SAW. Syekh Aidh Al-Qarni pun lantas membandingkannya dengan suasana subuh yang terjadi di mayoritas kota-kota umat Muslim saat ini.

Apakah umat Islam saat ini di waktu subuh tidak berhenti menangis, berdoa, dan membaca Alquran? Doa, tangisan, dan bacaan Alquran yang terwujud karena takut kepada Allah, menurut beliau, sekarang berganti dengan gemuruh suara musik, nyanyi-nyanyian, dan goyangan.

Dari Abu Hatim bahwa Rasulullah pernah suatu malam berjalan untuk mencari tahu bagaimana para sahabatnya menjalankan sholat. Bagaimana mereka berdoa dan bagaimana mereka menangis. Hingga beliau mendengar seorang wanita tua membaca ayat Alquran sambil menangis.

Wanita itu membaca Surat Al-Ghasiyah ayat 1

هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِۗ

Hal atāka ḥadīṡul-gāsyiyah(ti).

Sudahkah sampai kepadamu berita tentang al-Gāsyiyah (hari Kiamat yang menutupi kesadaran manusia dengan kedahsyatannya)?

Wanita itu membaca berulang-ulang dan selalu menangis. Mendengar bacaan tersebut, Rasulullah hanya bisa menangis dan menyandarkan kepalanya di daun pintu rumahnya.

Kemudian Nabi berkata, “Ya, telah datang kepadaku berita itu." Melalui kisah ini, Syekh Aidh Al-Qarni kemudian mencoba mengingatkan kembali kepada umat Islam saat ini, khususnya anak muda yang masih gagah perkasa memiliki kesempatan dan kekuatan fisik, untuk tidak henti beribadah dan memohon pengampunan dari Allah SWT.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

sumber : Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement