Sabtu 13 Jul 2024 17:32 WIB

Gus Wafi Tantang Sebutkan Ulama Besar yang Batalkan Nasab Ba Alawi

Gus Wafi menunggu hal itu sampai Dajjal keluar dua kali.

Ilustrasi haul habaib atau Ba Alawi yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Ilustrasi haul habaib atau Ba Alawi yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gus Wafi mengidentifikasi 12 hal yang dipermasalahkan penuduh nasab Ba Alawi tak tersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Namun itu semua dapat dirangkum menjadi dua hal besar, sebagaimana terurai berikut ini.

Pertama, klaim tak tertulis

Maksudnya adalah pada abad ke-4, 5, 6, 7, 8, 9, nama Ubaidillah tak tercatat sebagai anak Ahmad bin Isa al-Muhajir.

Baca Juga

Jauh sebelum klaim tersebut menyebar luas, mayoritas riwayat nasab, dan ini merupakan kaidah ilmu nasab yang diterapkan sejak lama, bahwa Ahmad al-Muhajir memiliki anak yang bernama Abdullah. Kemudian karena Abdullah ini tawadhu sekali, dia merasa tidak pantas menyandang nama itu, sehingga dia menyebut dirinya sebagai hamba Allah yang kecil atau Ubaidillah. Hal ini sudah berkali-kali disampaikan ulama Ba Alawi dari berbagai zaman.

Di Indonesia, Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Taufiq bin Abdulqodir Assegaf berkali-kali menyampaikan hal yang sama. Dia menjelasakan nasab tersebut agar orang-orang mengetahui silsilah Ba Alawi sekaligus mengajarkan kepada banyak orang untuk selalu tawadhu, seperti yang dilakukan Ubaidillah.

Kedua, para penuduh nasab Ba Alawi tak tersambung kepada Rasulullah mengeklaim bahwa Imam Ahmad bin Isa tidak memiliki gelar al-muhajir

Padahal, mayoritas sejarawan yang membahas riwayatnya menyebut bahwa sang imam memang melakukan hijrah bersama anaknya yang bernama Abdullah alias Ubaidillah ke Hadhramaut.

Gus Wafi kemudian menyebut sebuah kaidah, kalau ingin menjawab pertanyaan, maka harus diketahui apa maksud pertanyaan tersebut sekaligus apa tujuannya. Kalau tujuannya ingin mengetahui ilmu nasab, maka kita sampaikan, tak ada satupun ulama nasab di dunia, dari dulu hingga sekarang, bahkan zamannya al-imam al Ubaidili dalam Tahdzibul Ansab, sampai pada sekarang Sayid Murtadha az-Zabidi atau al Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam tsabatnya, yang mengharuskan ada kitab sezaman. “Kita tidak akan menemukan hal itu,” kata Gus Wafi.

Kalaupun kitab semacam itu, maksudnya yang menerangkan orang-orang dalam rantai nasab yang dibahas, hal itu adalah syawahid mutaabi’, atau dalam ilmu hadits disebut pendukung, bukan referensi utama.

Gus Wafi menyebutkan 4 cara menetapkan nasab (kaifiyatu itsbatin nasab). “Apakah tertulis kitab sezaman? Tidak ada,” tegas pendakwah jebolan Pesantren Sidogiri tersebut.

Bahkan yang metodenya diambil oleh si penuduh dalam Kitab al-Mu’qibu karangan Sayid Mahdi ar-Rajai, atau dalam kitab Umdatut Thalib karangan Ibnu Inabah, atau at-Thathaqi dalam kitab al-Ashili, atau al-Muntaqilah at-Thalibiyah, atau Tahdzibul Ansab lil Ubaidili, atau Sirru Silsilatil Alawiyah li Abi Nashr al-Bukhari, “Apakah ada (harus menyebut kitab sezaman) mana kitab sezaman? Tidak ada yang menyebutkan itu” kata Gus Wafi.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement