Ahad 14 Jul 2024 06:56 WIB

Belajar dari Kasus Pegi, Ini Tuntunan Menjadi Saksi Menurut Islam

Islam melarang keras seorang yang jadi saksi memberikan keterangan palsu.

Saksi dalam kasus perkara hukum (ilustrasi)
Foto: IST
Saksi dalam kasus perkara hukum (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya menyingkap kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat (Jabar), pada 2016 silam, memasuki babak baru. Itu setelah Pegi Setiawan, yang sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut, dibebaskan usai menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Publik kini menunggu langkah selanjutnya dari Polda Jabar, termasuk dengan memeriksa saksi-saksi. Menurut pakar psikologi forensik Reza Indragiri beberapa waktu lalu, polisi mesti memeriksa Aep (A), yang dijadikan saksi kunci oleh Polda Jabar. Dengan batalnya status tersangka Pegi, maka A patut dicurigai telah menyampaikan false confession atau keterangan palsu.

Baca Juga

Dilihat dari perspektif ajaran agama Islam, menjadi saksi terkait sebuah perkara adalah posisi yang membuahkan maslahat. Dalam syariat, kesaksian disebut pula sebagai syahadah.

Ini diambil dari kata musyaahadah yang artinya 'melihat dengan mata kepala.' Sebab, orang yang menyaksikan (syahid) itu memberitahukan tentang apa-apa yang disaksikan dan dilihatnya.

Maknanya ialah pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan lafal; aku menyaksikan atau aku telah menyaksikan (asyhadu atau syahidtu).

Kesaksian syahadah berasal dari kata i'laam (pemberitahuan). Firman Allah SWT, artinya, "Allah SWT menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia" (QS Ali Imran: 18).

Di sini, arti dari kata syahida adalah 'alima (mengetahui). Syahid adalah orang yang membawa kesaksian dan menyampaikannya, sebab dia menyaksikan apa yang tidak diketahui orang lain.

Tidak halal bagi seseorang untuk bersaksi kecuali bila dia mengetahui. Pengetahuan itu diperoleh melalui penglihatan atau pendengaran atau ketenaran dalam kasus yang pada umumnya sulit untuk diketahui kecuali melaluinya.

Kesaksian itu hukumnya fardhu 'ain bagi orang yang memikulnya bila dia dipanggil untuk itu dan dikhawatirkan kebenaran akan hilang. Bahkan, statusnya bisa wajib apabila dikhawatirkan lenyapnya kebenaran meskipun dia tidak dipanggil untuk itu.

Islam melarang keras pemberian false confession atau keterangan palsu. Firman Allah SWT, artinya, "Janganlah kamu sembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya maka dia adalah orang yang berdosa hatinya" (QS al-Baqarah [2]: 283).

Dalam ayat lain, "Dan tegakkanlah kesaksian itu karena Allah" (QS ath-Thalaq [63]: 2). Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tolonglah saudaramu baik yang berbuat zhalim ataupun yang dizalimi."

Penunaian kesaksian adalah termasuk menolongnya. Dari Zaid bin Khalid bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Maukah aku beritahukan kepada saksi yang paling baik? 'Yaitu yang menyampaikan kesaksiannya sebelum dia diminta untuk itu."

Kesaksian itu hanya wajib ditunaikan apabila saksi mampu menunaikannya tanpa adanya bahaya yang menimpanya baik badannya, kehormatannya, hartanya, ataupun keluarganya.

Syarat-syarat menjadi saksi adalah pertama, beragama Islam. Kedua, adil. Sifat keadilan ini merupakan tambahan bagi sifat Islam dan harus dipenuhi oleh para saksiyaitu kebaikan mereka harus mengalahkan keburukannya serta tidak dikenal kebiasaan berdusta dari mereka.

Firman Allah Ta'ala, artinya, "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah" (QS ath-Thalaq [65]: 2).

Ketiga dan empat, baligh dan berakal. Apabila keadilan merupakan syarat diterimanya kesaksian, maka baligh dan berakal adalah syarat di dalam keadilan.

Kelima, berbicara. Apabila dia bisu dan tidak sanggup berbicara, maka kesaksiannya tidak diterima, sekalipun dia dapat mengungkapkan dengan isyarat dan isyaratnya itu dapat difahami. Kecuali, bila dia menuliskan kesaksiannya itu dengan tulisan. Demikianlah pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan pendapat yang sah dari Madzhab Syafi'i.

Keenam, hafal dan cermat. Tidak diterima kesaksian orang yang buruk hafalannya, banyak lupa, dan salah karena dia kehilangan kepercayaan pada pembicaraannya. Ketujuh, bersih dari tuduhan. Tidak diterima kesaksian orang yang dituduh karena percintaan dan permusuhan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement