REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manhaj dan mazhab merupakan dua kata berbeda yang mungkin sudah akrab didengar oleh sebagian umat Islam. Keduanya sering kali muncul dalam berbagai pembahasan keagamaan, baik di majelis-majelis ilmu maupun banyak literatur.
Pertanyaannya, apa sesungguhnya makna dari masing-masing istilah tersebut? Itu dijelaskan, antara lain, oleh Ustaz Adi Hidayat (UAH) dalam kajian Islam yang disiarkan melalui media sosial.
Dalam kesempatan tersebut, dai lulusan International Islamic Call College Tripoli, Libya, itu menuturkan, Allah SWT telah menurunkan Alquran sebagai pedoman hidup bagi manusia. Karena itu, kata UAH, tiap Muslimin dituntut untuk tidak sekadar pandai membaca Alquran, tetapi juga mampu memahami dan mengamalkan semua ajaran yang terkandung di dalam kitab suci tersebut.
Pada saat yang sama, Muslimin juga diperintahkan untuk senantiasa mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW agar tidak tersesat dalam menjalani kehidupan di dunia.
"Untuk menelusuri kedua tuntunan (Alquran dan Sunnah) yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya itulah, diperlukan satu jalan yang disebut dengan manhaj. Sementara, proses penelusuran menuju manhaj dikenal dengan istilah sanad," ujar UAH.
Ia mengatakan, manhaj menjadi sangat penting dalam kajian keislaman karena tidak ada satu pun umat yang hidup pada masa sekarang ini bisa berjumpa langsung dengan Rasulullah SAW untuk belajar tentang agama. Karena itu, manhaj berfungsi sebagai metodologi dalam memahami ajaran agama yang ditinggalkan Nabi SAW kepada umatnya.
Agar seorang Muslim memperoleh manhaj yang tepat dalam beragama, kata UAH, diperlukan proses penelusuran (sanad) ilmu-ilmu Islam dengan alur riwayat yang benar. Mulai ulama generasi sekarang, para ulama terdahulu, para tabiut tabiin, tabiin, generasi sahabat Nabi, hingga akhirnya tersambung kepada Rasulullah SAW.
Dengan begitu, manhaj yang tepat akan mengantarkan seorang Muslim kepada tuntunan yang benar tentang ibadah, muamalah, dan akhlak. "Jika seseorang belajar agama tidak didasari dengan manhaj yang tepat, maka praktik beragamanya pun akan keliru," ujar UAH.
Ustaz yang juga tokoh Persyarikatan Muhammadiyah ini menjelaskan, manhaj yang mengacu kepada Alquran dan Sunnah pada dasarnya dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah manhaj yang hanya terdiri atas satu dalil dan satu cara amalan.
Sebagai contoh, di sini adalah dalil tentang bersedekap dalam shalat seperti yang diriwayatkan Wail bin Hujr RA, "Aku melihat Nabi SAW berdiri dalam shalat, beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya" (HR Nasai nomor 886).
Selanjutnya, ada pula manhaj yang terdiri dari beberapa dalil dan beragam cara amalan. Manhaj yang seperti ini salah satunya bisa dicontohkan dengan tuntunan tentang mengucapkan basmalah sebelum membaca al-Fatihah dalam shalat.
Menurut satu penelitian, kata UAH, ada 70 hadis yang membahas masalah tersebut. "Berdasarkan hasil telaah terhadap keseluruhan hadis tersebut, ternyata ada empat cara Nabi SAW mengamalkan basmalah dalam shalat, yakni menjaharkan bacaannya, memelankan bacaannya, membacanya pada rakaat pertama saja, bahkan tidak membaca basmalah sama sekali," ujarnya.
Adanya keragaman dalil dan cara di dalam manhaj kemudian melahirkan mazhab dalam Islam. UAH menjelaskan, kata mazhab berasal dari bahasa Arab, maa dzahaba ilaihi. Istilah itu diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk memilih salah satu dari beragam tata cara yang terdapat pada suatu praktik ibadah. Pilihan tentunya diambil berdasarkan pada dalil-dalil syar'i yang kuat dari Alquran dan hadis.
Sebagai contoh, Imam Syafi'i cenderung memilih untuk menjaharkan bacaan basmalah dalam shalat. Sementara, Imam Ahmad bin Hanbal (Hambali) lebih memilih untuk melunakkan bacaan basmalahnya ketika shalat.
Pilihan yang berbeda tersebut mereka ambil bukan berdasarkan pendapat pribadi masing-masing. Itu semata-mata berdasarkan pada dalil-dalil syar'i yang mereka pahami.
"Jadi, mazhab itu bukan karya pemikiran seseorang. Bukan juga semacam aliran ataupun golongan. Tetapi lebih tepatnya disebut pilihan yang diambil oleh seorang ulama dalam menyikapi suatu permasalahan, berdasarkan dalil yang ia pahami. Selama mazhab masih sesuai dengan manhaj, itulah yang harus diikuti oleh kaum Muslim," kata UAH, menjelaskan.