SumatraLink.id – Dua kabilah Anshor yakni Bani Haristsah dan Bani Harist berseteru. Keduanya saling membanggakan nasab kabilahnya dengan bermegah-megahan soal keturunan dan hartanya. Bahkan, kedua kabilah saling membuktikan dengan mendatangi kuburan-kuburan nenek moyang mereka yang dikenal orang hebat.
Dalam Kitab Asbabun Nuzul karya Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti, pertengkaran atau pembantahan kedua kabilah tersebut turun ayat 1-8 Surah At-Taakatsur. Dalam ayat 1 dan 2, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
As-Suyuti mengutip ucapan Ibnu Jabrir dari Ali berkata, “Kita ragu akan adanya siksa kubur. Kemudian Allah Subhanahuwata’ala (SWT) menyakinkan mereka, dengan ayat ini.”
Kekisruhan kedua kabilah itu pada 14 abad silam, masih dapat kita saksikan sampai hari ini. Banyak keturunan anak Adam ‘Alaihissalam (AS) yang dengan sadar atau tidak sadar kerap membanggakan anak keturunan dan harta mereka kepada orang lain, terlebih di berbagai platform media sosial. Terlepas dari pro dan kontra persoalan ini.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir pada penjelasan Surah At-Taakatsur tersebut, Allah SWT berfirman, kalian terlalu disibukkan oleh kecintaan pada dunia, kenikmatan dan berbagai perhiasannnya, sehingga lupa untuk mencari dan mengejar kehidupan akhirat.
Hal tersebut terus menimpa manusia, hingga kematian menjemputnya, lalu manusia mendatangi kuburan dan menjadi salah satu penghuninya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Zaid bin Aslam dari ayahnya mengatakan, Rasulullah Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) bersabda, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu dari ketaatan, sampai kamu masuk ke dalam kubur, sampai kematian menjemput kalian.”
Bermegah-megahan ini, menurut Al-Hasan Al-Bashri, dalam hal harta dan anak. Bukankah manusia dalam kehidupannya, tak terlepas dari harta dan anak. Mereka kerap membanggakan harta dan anak-anaknya.
Baca juga: Bak Setetes Air Jatuh di Samudra, Maka Berkurbanlah
Padahal, soal harta ini, Nabi SAW bersabda, “Harta yang kamu makan akan habis, harta yang kamu pakai akan usang, tapi harta yang kamu sedekahkan akan menjadi tabunganmu,” (HR. Muslim).
Ternyata harta yang sesungguhnya, ketika hari ini kita makan dan kita pakai. Sedangkan yang tidak kita makan dan tidak kita pakai pada hakekatnya bukan harta milik kita. Sementara harta yang disedekahkan, itulah harta yang kekal abadi di dunia hingga mengalir di akhirat.
Ketika sampai di kubur, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga hal yang mengantarkan jenazah, lalu dua diantaranya kembali sedang asatu lagi tetap bersamanya. Jenazah itu diantarkan oleh keluarga, harta, dan amalnya, lalu keluarga dan hartanya kembali pulang, sedangkan amalnya tetap bersamanya,” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i).
Pada asalnya, menurut Al-Quran sifat manusia itu ada 15. Yakni, lemah, terperdaya, lalai, penakut, bersedih hati, tergesa-gesa, suka membantah, berlebih-lebihan, pelupa, berkeluh kesah, kikir, kufur nikmat, zalim dan bodoh, berprasangka, dan berangan-angan.
Dibandingkan makhluk lain, manusia diciptakan Allah SWT dalam wujud yang sempurna, namun banyak kekurangannya. Kekurangan manusia ini, sebagai dampak Allah SWT memberinya akan dan pikiran serta hati yang bening. Dalam kehidupannya, tinggal lagi manusia itu sendiri yang dapat mengendalikannya ke jalan yang lurus yang diridhoi Allah SWT.
Untuk itu, Rasulullah SAW bersabda, “Dua nikmat yang banyak orang tertipu padanya, yakni nikmat sehat dan waktu luang,” (HR Bukhari, Tirmidzi, An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah).
Seseorang itu ketika diberikan kenikmatan (di dunia baik harta maupun anak keturunan) kebanyakan lupa akan nikmat tersebut berasal dari mana dan digunakan (dimanfaatkan) untuk apa. Pada dasarnya kenikmatan dan musibah itu akan silir berganti dirasakan, tinggal lagi bagaimana menyikapinya.
Baca juga: Masjid Quba, Cikal Bakal Kejayaan Islam
Ketika nikmat itu hadir di kehidupan seseorang, sikat sebaiknya tetap bersyukur atas nikmat dari Allah SWT. Ketika nikmat itu dicabut dan musibah datang menimpanya, maka sikap seseorang itu bersabar hingga Allah SWT juga meridhoinya.
Sama halnya dengan waktu luang yang sering lalai dari kehidupan manusia. Ketika seorang diberikan waktu luang seperti badan sehat jasmani dan rohani, lupa untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta Allah SWT dan menjalani perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Namun, ketika seseorang itu sakit, barulah ia akan sadar bahwa nikmat kesehatan dan waktu luang pada saat muda, pada saat sehat, pada saat gagah, atau pada saat diberikan kekuasaan dan jabatan, tidak digunakan untuk kemaslahatan pada dirinya dan orang lain.
Bukankah dalam ayat 4 Surah Ad-Dhuha, Allah SWT berfirman, “Dan sungguh akhirat itu lebih baik bagimu darpada dunia.” Semoga kita semua sadar akan dua nikmat yang akan menyelamatkan kita di dunia terlebih di akhirat. (Mursalin Yasland)