Peneliti dari UNC School of Medicine telah membuat penemuan penting tentang bagaimana protein kecil yang disebut called calcitonin gene-related peptide (CGRP) memengaruhi sistem pembuluh limfatik, yang berkontribusi terhadap nyeri migrain.
Temuan mereka dipublikasikan di Journal of Clinical Investigation.
Migrain adalah kondisi neurologis kronis dan melemahkan yang menyerang wanita tiga hingga empat kali lebih sering daripada pria.
Meskipun diperkirakan memengaruhi 1,1 miliar orang di seluruh dunia, penyebab pasti migrain masih belum jelas, meskipun sudah banyak dipelajari.
Dr. Kathleen M. Caron, peneliti utama dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa penelitian mereka telah menunjukkan pentingnya sistem limfatik otak dalam nyeri migrain.
Mereka menemukan bahwa nyeri migrain dipengaruhi oleh perubahan interaksi dengan sel imun dan oleh CGRP yang mencegah cairan serebrospinal (CSF) mengalir keluar dari pembuluh limfatik otak.
CGRP, protein kecil yang terlibat dalam transmisi rasa sakit, diketahui meningkat di lapisan jaringan yang mengelilingi otak (meningen) selama serangan migrain.
Tim menemukan bahwa peningkatan kadar CGRP juga secara signifikan memengaruhi pembuluh limfatik otak, yang membantu membuang CSF dan menciptakan jalur bagi sel imun untuk melindungi otak.
Untuk memahami bagaimana CGRP memengaruhi sistem limfatik dan berkontribusi terhadap nyeri migrain, para peneliti melakukan banyak percobaan di laboratorium dan pada hewan hidup.
Nate Nelson-Maney, mahasiswa MD-Ph.D., memimpin percobaan ini.
Dengan menggunakan model tikus yang kebal terhadap efek CGRP, mereka menemukan bahwa tikus ini mengalami lebih sedikit rasa sakit dan menghabiskan lebih banyak waktu di area yang terang dibandingkan dengan tikus yang sensitif terhadap CGRP.
Cahaya terang merupakan stimulus yang menyakitkan bagi penderita migrain, dan perilaku serupa pada tikus menegaskan relevansi penelitian ini.
Para peneliti juga menggunakan teknik kultur sel untuk memeriksa bagaimana protein yang disebut VE-Cadherin tersusun di antara sel-sel yang melapisi pembuluh limfatik.
VE-Cadherin membantu menjaga sel-sel ini tetap menyatu dan mengendalikan seberapa banyak cairan, seperti CSF, yang dapat mengalir di antara sel-sel tersebut.
Mereka menemukan bahwa ketika sel endotel limfatik diobati dengan CGRP, protein VE-Cadherin mereka sejajar dengan rapat, seperti ritsleting pada jaket, mencegah cairan mengalir di antara sel-sel dan mengurangi permeabilitas lapisan sel ini.
Temuan ini divalidasi dalam jaringan limfatik meningeal pada model tikus dengan migrain yang diinduksi nitrogliserin.
Ketika CGRP dan pewarna yang dapat dilacak disuntikkan ke dalam pembuluh limfatik meningeal, terjadi pengurangan signifikan dalam jumlah CSF yang keluar dari tengkorak.
Penelitian selanjutnya akan mengeksplorasi hubungan antara migrain, CGRP, dan pembuluh limfatik meningeal lebih jauh.
Tim peneliti bertujuan untuk memahami bagaimana drainase CSF melalui pembuluh-pembuluh ini berkontribusi terhadap migrain pada manusia, termasuk penelitian dengan dan tanpa penggunaan obat-obatan yang menargetkan CGRP yang disetujui FDA seperti Nurtec, Emgality, dan Ajovy.
Meskipun CGRP diidentifikasi sebagai faktor kunci dalam perubahan terkait migrain pada sistem limfatik, para peneliti tidak sepenuhnya memahami semua pemicu dan mekanisme nyeri migrain.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana pembuluh limfatik meningeal dan tahap kehidupan wanita yang terkait hormon, seperti pubertas, kehamilan, dan menopause, berkontribusi terhadap migrain.
Dr. Caron juga menunjukkan bahwa disfungsi limfatik lebih umum terjadi pada wanita, yang menunjukkan bahwa gangguan neurologis seperti migrain mungkin dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin dalam pembuluh limfatik meningeal.
Jika ini benar, perawatan baru yang menargetkan jalur limfatik ini dapat bermanfaat, terutama bagi wanita.
Penelitian inovatif ini membuka jalan baru untuk memahami dan mengobati migrain, menawarkan harapan untuk pengelolaan kondisi yang menyakitkan ini dengan lebih baik.