Rabu 17 Jul 2024 10:15 WIB

Agar Surplus Neraca Perdagangan tak Lanjut Menyusut, Ini yang Perlu Dilakukan Pemerintah

Pemerintah didorong mencari pasar-pasar baru dan optimalkan TKDN.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya untuk menekan penyusutan surplus yang lebih dalam pada neraca perdagangan Indonesia.
Foto: Xinhua
Pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya untuk menekan penyusutan surplus yang lebih dalam pada neraca perdagangan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya untuk menekan penyusutan surplus yang lebih dalam pada neraca perdagangan Indonesia. Upaya itu diantaranya mulai dari pengoptimalan implementasi program Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga pro aktif mencari pasar-pasar baru.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 2,39 miliar dolar AS pada Juni 2024. Angka tersebut turun sekitar 0,54 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya. Penyusutan surplus merupakan yang terdalam dalam setidaknya empat bulan terakhir.  

Baca Juga

Pengamat Ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan, kondisi surplus neraca perdagangan yang menurut catatan terjadi dalam 50 bulan berturut-turut hingga saat ini menunjukkan kondisi yang aman bagi perekonomian Indonesia, kendati surplus mengalami penyusutan. Namun, perlu ada perhatian dan sejumlah upaya untuk bisa meningkatkan kembali tingkat surplus.

Sebab bisa jadi neraca perdagangan kembali defisit jika Indonesia lengah. Kelengahan itu bisa terjadi ketika jumlah ekspor mengalami penurunan, sedangkan impor malah bertambah.

“Catatan saya ke depan, kalau volume ekspornya makin berkurang, tentu impornya juga harus dikurangi, kalau enggak nanti kita negatiF. Menurut saya pemerintah sebaiknya mulai menggerakkan penyediaan bahan baku lokal yang sifatnya mensubstitusi bahan baku impor. Sudah ada kebijakannya, yaitu TKDN, itu harus betul-betul dioptimalkan,” kata Ryan kepada Republika, Rabu (17/7/2024).

TKDN diketahui merupakan suatu aspek penting dalam rantai pasokan di dalam negeri. Kementerian yang memegang program tersebut adalah Kementerian Perindustrian. Menurut Ryan, TKDN menjadi langkah untuk mengantisipasi terjadinya penyusutan surplus yang bergulir.

“Ini untuk jaga-jaga kalau produksi kita bertambah, tapi masih bergantung pada bahan baku impor, sedangkan ekspornya sudah mulai melandai,” ujar dia.

“Jadi, untuk bisa menjaga surplus jangan sampai terus menyusut adalah kurangi bahan baku impor dengan mengoptimalkan bahan baku domestik yang sifatnya substitusi,” lanjutnya.

Menurut penjelasan Ryan, kondisi surplus neraca perdagangan selama 50 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020 tidaklah terlepas dari kondisi global yang berawal dari pandemi Covid-19, berlanjut pada ketegangan geopolitik atau perang di Ukraina, juga ketegangan di jalur Gaza dan laut merah. Kondisi itu dianggap menguntungkan bagi Indonesia di tengah lockdown di China dan kenaikan harga komoditas.

“Tapi konflik enggak selalu berkepanjangan, suatu ketika ada genjatan senjata akan ada perdamaian tentu itu bisa melandaikan harga komoditas,” ujar dia.

Selain upaya melalui TKDN, Ryan mengatakan upaya lainnya yang mesti dikembangkan adalah research and development (RND). Dia mencontohkan riset dan pengembangan di bidang kecantikan dan kesehatan yang semestinya bisa dioptimalkan di dalam negeri.

“Bahan baku kecantikan untuk lipstik, bedak, dan sebagainya, masak harus impor dari India dan China, kan kita kaya sumber daya alam ya, pasti dari tanaman atau tumbuhan dan rempah-rempah bisa diolah menjadi bahan baku alternatif untuk produk kecantikan maupun produk kesehatan,” ungkapnya.

Bidik Pasar-Pasar Baru

Ryan melanjutkan, upaya yang tidak kalah penting untuk dilakukan pemerintah adalah mencari pasar-pasar baru. Pasalnya, dalam catatan ekspor, seiring dengan penurunan harga minyak dunia maka harga komoditas juga akan turun sedangkan volume tidak bertambah, tentu nantinya akan tercatat mengalami penurunan dalam catatan Bea Cukai atau Imigrasi.

“Oleh karena itu, saya menyarankan pemerintah harus lebih pro aktif mencari pasar baru. Itu cerita lama, tapi tetap harus dikumandangkan,” kata dia.

Pasar-pasar baru tersebut, lanjutnya, adalah pasar-pasar non tradisional, yaitu pasar-pasar luar negeri di luar pasar negara mitra dagang utama Indonesia.

“Kan mitra dagang utama kita isinya AS, China, Singapura, Jepang, Korea Selatan, nah kita buka di luar lima negara utama ini. Jadi ekspor kita enggak hanya bergantung pada pemain lama. Pemain lama dipertahankan, kita mencari pemain baru sebagai mitra dagang,” terangnya.

Pasar-pasar baru tersebut menurutnya bisa didapat diantaranya dari ikhtiar pada duta besar (dubes) Indonesia yang ada di berbagai negara. Para dubes mestinya menjadi pemasar barang-barang buatan Indonesia untuk kemudian bisa dijual di negara-negara dimana mereka bertugas.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement