Kamis 18 Jul 2024 23:32 WIB

Rektor UII Gaungkan Desakralisasi Gelar Profesor, Ini Sejumlah Alasannya

Fathul berharap gelar profesor tidak dianggap berlebihan

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid berharap gelar profesor tidak dianggap berlebihan
Foto: Thoudy Badai_Republika
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid berharap gelar profesor tidak dianggap berlebihan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menggaungkan desakralisasi gelar profesor dengan meminta gelar akademik yang dimilikinya itu tidak lagi disandingkan dengan namanya di berbagai surat atau dokumen resmi di kampus.

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Rektor UII Nomor: 2748/Rek/10/SP/VII/2024 kepada pejabat struktural di lingkungan UII yang secara resmi ia tandatangani di Yogyakarta, Kamis (18/7/2024).

Baca Juga

"Untuk menguatkan atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penanda tangan Rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap 'Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD' agar dituliskan tanpa gelar menjadi 'Fathul Wahid'," tulis Fathul dalam edaran itu.

Saat dikonfirmasi di Yogyakarta, Kamis, Fathul mengatakan bahwa langkah tersebut ia tempuh sebagai sebuah gerakan kultural untuk mendesakralisasi jabatan profesor di Indonesia.

"Kalau yang saya lakukan, yang kecil ini diikuti saya akan sangat berbahagia dan kalau ini menjadi gerakan kolektif, banyak, kita mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan profesor sebagai tanggung jawab, amanah akademik. Kita berharap profesi ini menjadi terhormat," kata dia.

Fathul berharap gelar profesor tidak dianggap sebagai sebuah status sosial yang perlu dikejar-kejar.

"Jadi profesor itu ya tanggung jawab amanah. Tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, dianggap suci, sakral. Saya ingin seperti itu," kata dia.

Dengan beban tanggung jawab yang besar, dia tidak ingin di Indonesia muncul sekelompok orang, termasuk para politisi dan pejabat yang justru memburu jabatan akademik tersebut dengan mengabaikan etika.

"Karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya. Bukan sebagai tanggung jawab amanah," kata dia.

Fathul menegaskan bahwa jabatan profesor memang sebuah capaian akademik, akan tetapi yang lebih banyak melekat sejatinya adalah tanggung jawab publik.

Meski begitu, semakin banyak profesor di Indonesia, menurut dia, tidak mudah mencari intelektual publik yang konsisten melantangkan kebenaran ketika muncul penyelewengan.

photo
Surat Edaran Desakralisasi Gelar Profesor Rektor UII Fathul Wahid - (Dok UII)

Peniadaan gelar itu, lanjut Fathul, sekaligus merawat semangat kolegialitas sehingga jabatan profesor tidak justru menambah jarak sosial di lingkungan kampus sebagai tempat paling demokratis di muka bumi.

"Saya berharap semakin banyak profesor yang berkenan ikut sebagai gerakan moral simbolik yang bisa menjadi budaya egaliter baru yang permanen," ujar Fathul.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa surat edaran peniadaan gelar itu hanya berlaku untuk dirinya dan tidak mewajibkan pejabat struktural lain di lingkungan UII untuk mengikuti langkahnya.

"Saya tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti saya. Saya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural. Kalau ini bersambut maka itu akan sangat baik sehingga jabatan profesor ini lebih dianggap sebagai amanah," ujar dia.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement