REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) pada tanggal 17 Juli 2024 di Yogyakarta menuai banyak pro dan kontra. Menanggapi hal ini Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyatakan mufaraqah atau melepaskan diri dari hal tersebut.
Menurutnya berdasarkan fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah, menyatakan bahwa bunga bank (interest) adalah riba dan haram. MoU dengan BRI, yang menerapkan sistem ribawi, dinilai sebagai pelanggaran syariah dan organisatoris.
"Jika hal demikian tetap dilaksanakan maka saya secara pribadi perlu menyatakan mufaraqah atau melepaskan diri dari hal tersebut," tegas Anwar Abbas dalam pernyataannya, Jumat (19/7/2024).
Penandatanganan Nota kesepahaman antara BRI dengan PP Muhammadiyah membuat keterkejutan luar biasa di kalangan warga dan pimpinan Muhammadiyah dalam berbagai level tingkatan, karena semua anggota dan pimpinan organisasi di lingkungan Muhammadiyah sudah tahu bahwa yang namanya Muhammadiyah tidak hanya sebuah organisasi yang harus dikelola secara baik tapi muhammadiyah juga merupakan gerakan islam.
Sebagai gerakan islam dalam hal yang terkait dengan sikap dan pandangan keagamaan, Muhammadiyah sebagai organisasi telah memberikan otoritas kepada Majelis Tarjih untuk mengeluarkan fatwa. Fatwa tertinggi yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih adalah fatwa yang dikeluarkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) Majelis Tarjih yang sudah ditanfidz atau diberlakukan secara resmi oleh PP Muhammadiyah. Salah satu keputusan Munas Tarjih yang sudah ditanfidz oleh PP Muhammadiyah dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun dalam Muhammadiyah adalah fatwa Munas Majelis Tarjih tentang bunga bank (interest) dimana dalam keputusan Munas tersebut dikatakan bahwa bunga (interest) adalah riba.
“Riba merupakan sebuah praktek yang secara sharih atau jelas adalah terlarang seperti termaktub dalam Surat Ali Imran ayat 130, Surat Al-Baqarah ayat 275 dan 278-279 dan dalam banyak hadis diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan jamaah ahli hadis,” ujarnya.
Jadi bila ada penanda tanganan MOU oleh PP Muhammadiyah dengan BRI yang menerapkan sistim ribawi maka hal demikian jelas merupakan pelanggaran yang bersifat syar'iyyah dan organisatoris. Oleh karena itu status MOU tersebut di lingkungan Muhammadiyah baik secara syar'iyyah maupun secara organisatoris menjadi batal dan tidak boleh diberlakukan.