REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan pada Kamis bahwa solusi dua negara tidak dapat diputuskan dengan pemungutan suara. PBB menyampaikan hal itu menanggapi resolusi yang disahkan oleh parlemen Israel (Knesset) yang menolak pembentukan negara Palestina.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui Juru Bicara Stephan Dujarric mengatakan kecewa dengan keputusan parlemen Israel yang meloloskan undang-undang tersebut.
“Jelas Anda tidak bisa menolak solusi dua negara dengan pemungutan suara,” kata Dujarric kepada wartawan, Kamis (18/7).
Dujarric menekankan Gutterres telah berkali-kali menyatakan bahwa dia percaya solusi dua negara akan mengakhiri pendudukan dimana Israel dan negara Palestina yang merdeka, demokratis, bertetangga, layak dan berdaulat hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan dengan basis perbatasan yang aman serta diakui sesuai garis perbatasan tahun 1967.
“Dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara, adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian berkelanjutan bagi rakyat Israel dan rakyat Palestina,” sambungnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka PBB dengan tegas menyatakan keputusan Parlemen Israel jelas tidak sejalan dengan resolusi PBB, hukum internasional, dan perjanjian-perjanjian sebelumnya.
“Dan dia (Guterres) sekali lagi, menyerukan kepada Israel dan semua pihak secara jujur, untuk melakukan apa pun yang semakin menjauhkan kita dari solusi dua negara,” tambah Jubir Dujarric.
Resolusi yang disahkan di Knesset dengan suara 68-9 mengatakan pendirian negara Palestina “di jantung Tanah Israel akan menimbulkan bahaya nyata bagi negara Israel dan warga negaranya, melanggengkan hubungan Israel-Palestina, konflik dan menggoyahkan kawasan.”
Pemungutan suara tersebut dilakukan ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan berangkat ke Washington pada Ahad untuk bertemu Presiden AS Joe Biden dan berpidato di depan Kongres.
Knesset mengadakan pemungutan suara pada Februari untuk menolak sepihak pengakuan Palestina.