REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakinkan lima tersangka yang dijadikan tahanan kota lantaran diduga terlibat korupsi peleburan 109 ton emas di PT Antam tak bakal bisa kabur. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar mengatakan, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengenakan alat pendeteksi berupa gelang pada pergelangan kaki-kaki yang dapat mengontrol, pun mengawasi pergerakan masing-masing tersangka.
“Tahanan kota kami menggunakan alat khusus yang digelangkan di bagian kaki,” begitu kata Harli saat dihubungi Republika, Jumat (19/7/2024). “Jadi alat tersebut untuk mendeteksi keberadaan masing-masing tahanan (kota), dan penyidik bisa memantau mobilitas masing-masing tahanan tersebut,” begitu sambung Harli.
Namun begitu, kata Harli, pertimbangan objektif penyidikan dalam melakukan penahanan kota terhadap lima tersangka itu lebih kepada masalah kesehatan. “Penyidik memberikan pertimbangan kesehatan dari masing-masing tersangka untuk dilakukan penahanan kota,” begitu ujar Harli.
Lima tersangka yang berstatus tahanan kota tersebut adalah Lindawati Efendi (LE), Suryadi Jonathan (SJ), James Tamponawas (JT), Djudju Tanuwijaya (DT), dan Ho Kioen Tjay (HKT). Kelima tersangka tersebut diumumkan status hukumnya pada Kamis (18/7/2024) malam. Selain kelima nama tersebut, penyidik Jampidsus pun mengumumkan dua tersangka lainnya, yakni Suryadi Lukmantara (SL) dan Gluria Asih Rahayu (GAR).
Namun terhadap dua tersangka SL dan GAR, dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejagung di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). Tujuh tersangka tersebut semuanya adalah pihak swasta, dan pengusaha logam mulia emas, serta perhiasan. Tujuh tersangka tersebut, menggenapkan 13 pesakitan yang dijerat hukum sama dari hasil penyidikan korupsi peleburan logam mulia, dan cap emas ilegal PT Antam 2020-2021.