Ahad 21 Jul 2024 08:49 WIB

Mangkir Panggilan KPK, Hasto Bantah Terlibat Korupsi Proyek DJKA

Penyidik KPK sedang mengusut kasus proyek korupsi kereta api di Jawa Timur.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membantah keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub). Awalnya, dia menjelaskan alasan dirinya tak menghadiri panggilan pemeriksaan dari KPK pada Jumat (19/7.2024).

Dia mengaku, baru mengetahui adanya surat panggilan dari penyidik KPK tersebut. "Saya sendiri baru tahu (Jumat) pagi hari, suratnya sudah seminggu katanya, tapi saat itu saya sedang tugas di Yogya, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan, sehingga saya tidak tahu," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Sabtu (21/7/2024).

Baca Juga

Hasto pun meminta maaf lantaran tidak dapat hadir dalam pemeriksaan tersebut. Dia mengatakan, sedang memimpin rapat pilkada sehingga tak hadir dalam pemeriksaan KPK. "Maka kemarin kami mohon maaf betul, bahwa kami tidak bisa menghadiri, karena kemarin saya memimpin rapat pilkada," katanya.

Hasto menegaskan dirinya tidak ada kaitan dengan kasus DJKA Kemenhub. Dia juga tak menampik pernah bekerja di BUMN sebagai konsultan. Meski begitu, Hasto belum mengubah status di kartu tanda penduduk (KTP) sebagai konsultan.

"Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Tidak ada bisnis, kalau saya disebut sebagai konsultan, memang di KTP saya, karena dulu saya bekerja di BUMN, ruang lingkupnya ada consulting, maka saya tulis konsultan, belum diubah sampai sekarang," ucap Hasto.

Menurut Hasto, dari informasi yang didapatkannya, panggilan itu dikaitkan dengan Pilpres 2019. Saat itu, Hasto menjadi Sekretaris Tim Pemenangan. "Karena terkait ada yang memberikan bantuan dan kemudian disinyalir bantuan tersebut apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut," ucapnya.

Hasto memastikan dirinya akan memenuhi panggilan KPK berikutnya. Dia meminta untuk menunggu hasil pemeriksaan. "Kami akan hadir, karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar, terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ucap Hasto.

Dia mengeklaim, tidak terlibat kasus korupsi DJKA Kemenhub. "Jadi kita tunggu saja hasilnya karena saya juga belum tau diminta sebagai saksi, tapi saya pastikan, saya tidak ada kaitannya dengan persoalan tersebut, karena memang saya ini tidak ada bisnis," ucap Hasto.

Pada Jumat, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penyidik memanggil Hasto dalam kapasitasnya sebagai konsultan, bukan petinggi partai politik. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama Hasto Kristiyanto, Konsultan," ujar Tessa dalam keterangannya kepada wartawan.

Tessa menyebut, locus delicti atau tempat terjadinya dugaan pidana kasus itu ada di Jawa Timur. Meski demikian, Tessa belum menjelaskan Hasto akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka yang mana.

KPK saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA Kemenhub. Kasus itu terus berkembang karena korupsi diduga terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa Bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Timur; Sumatra; dan Sulawesi.

Kasus di DJKA diawali dengan perkara PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menyuap Pejabag Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang, Putu Sumarjaya.

Perkara itu kemudian terus berkembang hingga proyek pembangunan di Jawa Barat, Sumatra, dan Sulawesi. Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement