REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Surat An-Nur Ayat 43 menyisakan pertanyaan apakah di langit terdapat gunung-gunung seperti halnya di Bumi. Apakah gunung dalam ayat tersebut semata-mata metafora atau sejatinya memang terdapat gunung di langit?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُزْجِيْ سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهٗ ثُمَّ يَجْعَلُهٗ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖۚ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ جِبَالٍ فِيْهَا مِنْۢ بَرَدٍ فَيُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَصْرِفُهٗ عَنْ مَّنْ يَّشَاۤءُۗ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ ۗ
Alam tara annallāha yuzjī saḥāban ṡumma yu'allifu bainahū ṡumma yaj‘aluhū rukāman fa taral-wadqa yakhruju min khilālih(ī), wa yunazzilu minas-samā'i min jibālin fīhā mim baradin fa yuṣību bihī may yasyā'u wa yaṣrifuhū ‘am may yasyā'(u), yakādu sanā barqihī yażhabu bil-abṣār(i).
Tidakkah engkau melihat bahwa sesungguhnya Allah mengarahkan awan secara perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu menjadikannya bertumpuk-tumpuk. Maka, engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka, Dia menimpakannya (butiran-butiran es itu) kepada siapa yang Dia kehendaki dan memalingkannya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (QS An-Nur Ayat 43)
Ayat di atas memberi kita dua pelajaran penting. Pertama, proses turunnya hujan. Dalam proses turunnya hujan, Allah mengawali ayat dengan kata sahab (awan), di mana proses hujan dimulai dengan penguapan air laut sampai dengan timbulnya awan yang selanjutnya turun menjadi hujan. (Lihat Surat Al-A‘raf Ayat 57, Surat Ar- Rum Ayat 48, dan Surat Fatir Ayat 9)
Kedua, informasi tentang adanya gunung di langit. Hal ini secara tegas dikemukakan dengan ungkapan “wayunazzilu minas- samā’i min jibāl,” bahwa air hujan diturunkan oleh Allah dari langit tanpa melalui proses penguapan air laut menjadi awan sebagaimana ayat-ayat di atas, tetapi Allah langsung menurunkan hujan dari langit, sebagaimana firman-Nya dalam Surah al-Baqarah Ayat 22, Surat Ibrahim Ayat 32, dan Surat an-Nahl Ayat 10.
Dengan menurunkan hujan dari langit tanpa melalui proses penguapan air laut dan berubah menjadi awan, hal ini menandakan bahwa di langit ada gunung es yang secara tiba-tiba bisa mencair dan menjadi hujan.
Secara lahir ayat di atas menjelaskan bahwa di langit ada gunung-gunung dari butiran-butiran es atau embun. Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa mufasir dari kalangan tabiin, seperti Mujahid, al-Kalabiy, dan beberapa yang lain. Pendapat ini dianggap yang terkuat oleh pakar tafsir, Abu Hayyan, dalam al-Bahr al-Muhit. Menurut mereka, Allah menciptakan gunung di langit dari butiran es atau embun seperti halnya Dia menciptakan gunung-gunung di bumi dari batu-batu.
Berbeda dari mereka, ulama lain memahaminya secara metafora. Menurut mereka, di langit tidak ada gunung-gunung. Kata jibal pada ayat di atas adalah bentuk majaz yang menunjukkan konsentrasi yang semakin banyak, sehingga artinya adalah bahwa Allah menurunkan dari langit butiran-butiran es yang sangat banyak.
Ayat di atas juga dapat dipahami dengan sisipan berupa perumpamaan (tasybih) sehingga maknanya seperti pada terjemahan Kementerian Agama di atas, yaitu “Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung.” (Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhit, 8/325).
Boleh jadi, gunung- gunung di langit berkaitan dengan gunung-gunung di planet-planet atau sa- telit-satelit alam di luar Bumi. Demikian dijelaskan dalam buku Tafsir Ilmi tentang Gunung Dalam Perspektif Alquran dan Sains.