Sabtu 20 Jul 2024 13:29 WIB

Pelarangan Angkutan Logistik Saat Libur Besar Perlu Kajian Khusus

Kebijakan Kemenhub terkesan tak memperhitungkan kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

Petugas Kepolisian mengecek muatan truk yang melintasi tol Jakarta-Cikampek di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Petugas Kepolisian mengecek muatan truk yang melintasi tol Jakarta-Cikampek di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkesan tidak pernah memperhitungkan kerugian ekonomi yang ditimbulkan sebelum mengeluarkan kebijakan pelarangan angkutan logistik sumbu tiga atau lebih pada saat libur besar keagamaan. Kebijakan yang dikeluarkan dinilai hanya copy paste dari kebijakan sebelumnya.

“Selama ini, belum ada bukti yang mengemuka di media-media mengenai kajian dari Kemenhub berapa besar kerugian ekonomi yang disebabkan kebijakan pelarangan tersebut,” ujar pakar transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno.

Kalau ada larangan-larangan terhadap angkutan logistik, menurutnya, prinsip kerugian ekonomi yang ditimbulkannya mestinya masuk hitungan. Kalau barang dihentikan misalkan tiga hari saja, itu sudah berdampak terhadap perekonomian. “Apa Kemenhub mau bertanggung jawab terhadap kerugian ekonominya, kan tidak?” ujarnya.

Jadi, menurut mantan direktur keselamatan Kementerian Perhubungan ini, jika Kemenhub berani menghentikan angkutan logistik tersebut, mereka juga harus memiliki hitung-hitungan ekonominya. “Mereka kan bisa minta bantuan ke perguruan tinggi untuk menghitung akibatnya,” tambahnya.

Hal itu harus dilakukan Kemenhub, menurut Suripno, karena angkutan barang itu langsung berkaitan dengan ekonomi jangka panjang. Kalau arus barang terganggu maka ekonomi akan terganggu juga.

Berbeda dengan angkutan pribadi atau orang yang dinilainya sama sekali tidak mengganggu perekonomian. "Orang itu fleksibel, bisa menentukan sendiri. Kepentingannya cepat, mereka bisa naik pesawat. Tapi, kalau barang tidak bisa begitu. Barang harus diatur oleh pemerintah sehingga efisien. Itu prinsipnya,” ucapnya menjelaskan.

Harusnya, tegasnya, kalau mau ada pembatasan sehari atau sekian jam saja, berapa kerugian nasional yang ditimbulkannya harus dihitung terlebih dulu. “Tapi, nyatanya sampai sekarang kan belum ada bukti bahwa itu sudah dihitung dan seakan dibiarkan saja kerugian ekonominya,” katana menegaskan.

Menurut Suripto, membuat kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik pada hari-hari besar keagamaan harus ada kajian ilmiahnya. Dalam kajian tersebut perlu dicari tahu semua sisi positif dan negatif dari kebijakan tersebut. Di antaranya, mengapa harus dilarang, berapa kerugian ekonomi akibat pelarangan tersebut.

“Itu perlu pembuktian semua, sehingga bisa diambil keputusan mana yang paling baik, pelarangan atau tidak. Makanya itu perlu dibuktikan dengan kajian. Nah, kesimpulan ini juga bisa menjadi SOP dalam kondisi kritis seperti momen-momen hari besar, di mana cara mengujinya sama,” tukasnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement