REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus kekerasan dan penganiayaan yang menyebabkan kekasihnya Dini Sera Afrianti (29 tahun) mati, divonis bebas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), pada Rabu (24/7/2024). Tiga hakim yang memutuskan putra dari politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tak bersalah melakukan penganiyaan, dan pembunuhan adalah hakim Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dalam kasus tersebut, menempatkan Hakim Erintuah Damanik sebagai ketua majelis pengadil. Sedangkan Hakim Heru Hanindyo, dan Hakim Mangapul adalah dua anggota majelis pengadil. Tak ada dissenting opinion atau beda pendapat dari para hakim dalam putusan bebas terhadap Ronald Tannur itu.
Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntuannya, meminta para ‘Wakil Tuhan’ itu menghukum Ronald Tannur 12 tahun penjara, dan mewajibkan restitusi senilai Rp 263 juta untuk keluarga korban.
Dalam tuntutannya, JPU mengacu pada terbuktinya pendakwaan terhadap Ronald Tannur dalam persidangan. Jaksa pada saat pendakwaan, menebalkan sangkaan Pasal 338 KUH Pidana tentang pembunuhan, dan Pasal 351 ayat (1) dan ayat (3) KUH Pidana tentang kekerasan, dan penganiayaan higga mati seseorang, serta Pasal 359 tentang kealpaan yang membuat orang lain hilang nyawa. Akan tetapi, dalam putusan para hakim, Ronald Tannur, tak terbukti melakukan penghilangan nyawa Dini Sera seperti yang dituduhkan JPU.
Alih-alih divonis bersalah, para hakim dalam putusannya malah ‘menyalahkan’ korban Dini Sera yang meninggal dunia karena minum-minuman beralkohol bersama Ronald Tannur.
Hakim berkeyakinan tuduhan JPU kepada Ronald Tannur tak bisa dibuktikan. Karena hakim menyatakan JPU tak mampu menghadirkan saksi-saksi yang melihat langsung terjadinya kekerasan, penganiayaan, maupun pembunuhan yang dilakukan Ronald Tannur terhadap Dini Sera pada Oktober 2023 lalu.
“Menyatakan terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak dari Edward Tannur, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP, atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP, atau Ketiga-kesatu Pasal 359 KUHP, dan kedua pasal 351 (1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah saat membacakan putusan di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Atas vonis tersebut, majelis hakim membebaskan Ronald Tannur. “Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum tersebut di atas, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan, memulihkan hak-hak terdaka dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya,” kata putusan hakim.
Dari penelusuran Republika, Kamis (25/7/2024) latar belakang para hakim pengadil yang membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan sebetulnya punya reputasi yang positif dalam penanganan kasus-kasus populer di peradilan.
Hakim Erintuah Damanik, sebelum menjadi salah-satu hakim utama di PN Surabaya, adalah Pejabat Humas PN Medan di Sumatera Utara (Sumut) pada 2019 lalu. Saat menjadi hakim di PN Medan, dia pernah menjatuhkan pidana mati terhadap Zuraida, terdakwa pembunuhan Hakim Jamaluddin pada 2019 lalu. Hakim Erintuah Damanik, juga menolak permohonan praperadilan ajuan para tersangka korupsi-suap Gubernur Sumut Gatot Pudjo Nugroho.