Jumat 26 Jul 2024 07:30 WIB

Perubahan Iklim Picu Lonjakan Kasus DBD di Uni Emirat Arab

Lambatnya pembersihan area banjir memperburuk penyebaran DBD.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Musibah banjir yang sempat terjadi di UEA memperburuk risiko DBD di negara tersebut.
Foto: VOA
Musibah banjir yang sempat terjadi di UEA memperburuk risiko DBD di negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Sejak Uni Emirat Arab (UEA) mengalami hujan paling deras yang pernah tercatat tiga bulan lalu, gurun di negara itu menghadapi ancaman wabah demam berdarah. Aktivis mengatakan buruh yang besar populasinya di negara itu menjadi kelompok yang paling rentan. 

Demam berdarah yang ditularkan lewat nyamuk mewabah di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan darurat demam berdarah bulan Desember lalu setelah kasus penyakit itu diseluruh dunia meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan generasi sebelumnya.  

Baca Juga

Banyak yang terinfeksi tidak mengalami gejala apa-apa tapi beberapa mengalami pusing-pusing, demam dan gejala-gejala seperti flu. Kasus-kasus paling buruk dapat mengakibatkan penderahaan, syok, dan kematian.

Kasus demam berdarah di UEA biasanya terjadi karena perjalanan jarak-jauh keluar negeri. Namun pada 25 April lalu, Departemen Kesehatan UEA memperingatkan kasus demam berdarah tanpa perjalanan jarak jauh yang didokumentasikan sejak 2023 disebabkan perubahan iklim dan lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiakan nyamuk.

Perubahan pola cuaca membuat UEA yang sebelumnya bukan habitat nyamuk demam berdarah dapat dihuni hewan pembawa penyakit itu. Banjir yang menggenangi jalan raya dan bandara di Dubai bulan April lalu meningkatkan risiko demam berdarah di UEA. 

Tidak ada data resmi yang dibagikan Pemerintah UEA yang memiliki undang-undang yang membatasi kebebasan berbicara dan hampir semua media lokal entah dimiliki pemerintah atau berafiliasi dengan pemerintah. Pertanyaan mengenai kasus-kasus demam berdarah tidak dijawab organisasi pemerintah. 

WHO juga menolak membahas situasi di UEA. Namun pada 30 Mei lalu WHO mencatat adanya wabah demam berdarah di Timur Tengah.  "Di negara yang memiliki sistem kesehatan yang kuat yang terdampak hujan tidak biasa akibat perubahan iklim," kata WHO.  

Laporan lembaga yang fokus pada hak-hak buruh di negara-negara Arab Teluk, FairSquare mengungkapkan lambatnya pembersihan area banjir di lokasi-lokasi industri memperburuk penyebaran penyakit ini di antara para buruh. FairSquare mencatat sebagian buruh  meninggalkan negara asalnya yang terdampak perubahan iklim demi mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan uang di UEA.

Laporan pada 4 Juli merinci lonjakan kasus demam berdarah di kalangan komunitas pekerja migran di seluruh UEA. Organisasi yang berbasis di London itu mengutip tiga pekerja kesehatan, seorang pejabat pemerintah, dan pekerja migran. 

FairSquare mengaitkan peningkatan kasus tersebut dengan lambatnya respons pemerintah terhadap penyebaran infeksi virus di daerah-daerah di mana para pekerja migran tinggal dan bekerja. 

“Yang terpenting di sini adalah dampak yang tidak proporsional, apa yang ingin Anda lihat adalah pendekatan yang adil untuk menangani pembersihan dan tampaknya tidak terjadi di sini,” kata salah satu direktur FairSquare yang pernah dilarang masuk ke UEA saat berada di Amnesty International, James Lynch.

Tidak ada angka spesifik yang dibagikan dalam laporan yang mengutip seorang perawat yang bekerja di klinik swasta di kota Sharjah. Perawat itu mengatakan petugas kesehatan menerima lebih dari 30 kasus setiap empat atau lima hari. Ia juga menggambarkan peningkatan kasus sebagai hal yang “mengkhawatirkan.”

Hanya 10 persen dari 9,2 juta populasi UEA yang merupakan warga negara itu. Sementara jutaan lainnya merupakan pekerja upah rendah dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.

"Saya menyebutnya sebagai pukulan ganda perubahan iklim terhadap populasi yang sangat rentan ini, saya melihat buruh pekerja migran ini berada di garis depan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan kesehatan," kata peneliti di Harvard T.H. Chan School of Public Health Barrak Alahmad.

Efek wabah demam berdarah di UEA juga berdampak di Iran. Teheran mengandalkan Dubai sebagai gerbang dunia karena Iran dihantam berbagai sanksi dari negara-negara Barat. 

Pada 9 Juli lalu Menteri Kesehatan Iran Shahnam Arshi mengatakan 149 orangg terinfeksi demam berdarah, sebanyak 139 diantaranya tertular di UEA. Sementara Wakil Menteri Kesehatan Hossien Farshidi mengatakan orang pertama yang tertular demam berdarah masuk ke Iran pada 15 Mei setelah UEA dilanda hujan deras yang mengakibatkan banjir. 

Dalam pernyataan terbarunya Selasa (23/7/2024) lalu, Farshidi mengatakan jumlah orang yang terinfeksi di Iran naik menjadi 152. Tapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut. 

Tahun ini, Iran juga melaporkan kasus demam berdarah penularan di dalam pertamanya. Pada bulan Juli  jumlahnya meningkat menjadi 12 kasus, semuanya berlokasi di pelabuhan Bandar Lengeh, di selatan Iran.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement