REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menjadikan teknologi kimia lebih berkelanjutan bagi lingkungan, perlu adanya konsep teknologi kimia hijau. Untuk mencapai tujuan ini, kimia hijau mempertimbangkan banyak hal. Ini termasuk jumlah limbah yang dihasilkan, toksisitas dan beban lingkungan dari bahan kimia yang digunakan, serta limbah yang dihasilkan, penggunaan energi dan listrik selama proses ekstraksi dan produksi bahan kimia, dan keamanan proses ekstraksi.
Oleh karena itu, adalah ide yang baik untuk mempertimbangkan pengganti pelarut organik berbahaya dengan air, karena air adalah salah satu pelarut paling ramah lingkungan. Ini akan memungkinkan kita untuk mengurangi tingkat bahaya bagi lingkungan dan kesehatan.
Menurut ketua tim penelitian dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Tri Yuni Hendrawati, penerapan kimia hijau dalam green solven pada ekstraksi sirih, kenikir dan tanaman manfaat lainnya dengan air sebagai green solven merupakan teknologi yang mudah, aplikatif dengan tingkat kemanan tinggi pada industri skala kecil dan menengah.
Hal ini diaplikasikan pada hibah Dana Padanan Kedaireka 2024 dengan judul “Ecoinovasi produksi, peningkatan mutu dan pasar produk personal care dan kosmetika berbasis lebah dan herbal dengan teknologi green solven dan nano emulsi” dengan kolaborasi dengan mitra CV Madu Apiari Mutiara.