REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Tim jaksa penuntut umum (JPU) selaku pihak termohon dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina dan Eky, menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Saka Tatal melalui kuasa hukumnya.
Penolakan JPU itu dibacakan dalam sidang Peninjauan Kembali yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jumat (26/7/2024). Sidang yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB baru dimulai sekitar pukul 09.40 WIB.
Sidang tersebut mengagendakan kontra memori atau jawaban dari JPU selaku termohon. Pada sidang sebelumnya, Rabu (24/7/2024), sidang mengagendakan pembacaan memori PK dan penambahan memori PK dari tim kuasa hukum Saka Tatal.
Adapun jawaban dari JPU tersebut adalah menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari penasehat hukum pemohon atas nama terpidana Saka Tatal.
Selain itu, jaksa juga menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 16/Pid.Sus-Anak/2016/PN CBN juncto putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 50/Pid.Sus-Anak/2016/PT BDG juncto putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2067 K/Pid.Sus/2016.
"Demikianlah jawaban dan tanggapan memori peninjauan ini kami buat, dengan harapan kiranya majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia berkenan mengabulkannya," ujar jaksa saat membacakan permohonannya.
Adapun kontra memori PK yang disampaikan oleh JPU itu didasarkan pada sejumlah kesimpulan :
- Peninjauan Kembali tidak konsisten dalam permohonannya yaitu bahwa pemohon Peninjauan Kembali menjelaskan bahwa kejadian terebut merupakan kecelakaan lalu lintas, tetapi dari isi permohonan lain bahwa penjelasan terpidana Saka Tatal melakukan pemukulan terhadap korban Muhammad Rizky Rudiana.
- Dalam permohonan Peninjauan Kembali bukan ruang lingkup materi Peninjauan Kembali tetapi termasuk ruang lingkup pra peradilan dan pembelaan.
- Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum karena fakta yang disampaikan oleh pemohon hanya bersifat asumsi dan hanya diperoleh dari pemberitaan media.
Jaksa juga berkesimpulan bahwa seluruh isi memori dari pemohon Peninjauan Kembali bukanlah merupakan keadaan baru atau bukti baru atau novum. Selain itu, alasan-alasan terkait kekhilafan atau kekeliruan hakim dalam memutus perkara anak Saka Tatal bukanlah merupakan alasan yang dapat dipertimbangkan maupun diterima.
"Sehingga alasan-alasan dari penasehat hukum Peninjauan Kembali tersebut haruslah dikesampingkan karena bukan merupakan alasan untuk dapat dilakukannya Peninjauan Kembali berdasarkan Pasal 263 ayat 2 KUHAP,’’ ujarnya.
Sementara itu, saat ditemui usai menjalani sidang lanjutan PK Saka Tatal, salah satu jaksa dalam sidang PK Saka Tatal, Gema Wahyudi, mengungkapkan, pemohon tidak konsisten dan mengajukan novum yang bersumber dari media sosial.
"Kami menilai bahwa pemohon tidak konsisten menyampaikan peristiwa tersebut. Dan yang kedua kami bisa simpulkan bahwa ada beberapa novum yang didapatkan dari media social. Kita tidak dapat menguji informasi dari mesia sosial tersebut, apakah benar, salah atau diucapkan oleh orang yang berkompenten dibidangnya. Jadi kami tetap menolak novum-novum tersebut,’’ kata Gema.
"Kemudian kami menemukan novum yang pernah diajukan didalam persidangan pertama delapan tahun yang lalu. Sehingga kami menganggap itu bukan novum, karena foto itu sudah ada dan terlampir di berkas perkara.’"