Jumat 26 Jul 2024 15:39 WIB

Jumlah Pecandu Judi Online Meningkat pada 2024, Dokter: Awalnya Hanya Iseng Saja

Menurut dokter, adiksi judi online adalah masalah bersama.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
 Warga melihat iklan judi online melalui gawainya di Jakarta (ilustrasi). Jumlah kasus kecanduan judi online di Indonesia terus meningkat pada 2024.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Warga melihat iklan judi online melalui gawainya di Jakarta (ilustrasi). Jumlah kasus kecanduan judi online di Indonesia terus meningkat pada 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah kasus kecanduan judi online di Indonesia terus meningkat pada 2024. Kepala Divisi Psikiatri RSCM Jakarta, dr Kristiana Siste, mengatakan jumlah pasien kecanduan judi online yang melakukan perawatan ke klinik adiksi meningkat tajam hingga dua kali lipat dibandingkan tahun 2023.

Dokter Kristiana mencatat, pasien kecanduan judi online yang telah dirawat inap di RSCM jumlahnya hampir mencapai 100 orang. Sementara pasien rawat jalannya, kata dia, bisa menyentuh angka 200 orang.

Baca Juga

“Kalau dibandingkan dengan tahun 2023, peningkatan itu terjadi sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan 2023 untuk jumlah pasien yang berobat di RSCM. Artinya, kasus ini meningkat dua kali lipat dan awareness untuk berobat ke layanan juga meningkat,” kata dokter Kristiana dalam diskusi media pada Jumat (26/7/2024).

Kristiana menjelaskan pasien kecanduan judi online yang berobat di klinik adiksi RSCM rata-rata berusia 29 tahun dan berasal dari berbagai kalangan ekonomi. Adapun jika merujuk pada penelitian yang dilakukan Kristiana pada 2021, ditemukan bahwa mayoritas orang mengalami kecanduan judi online berusia antara 18-25 tahun.

"Usianya relatif sangat muda. Banyak di antara pasien yang awalnya itu hanya iseng saja, tergoda untuk mendapatkan uang secara instan atau memang sedang kepepet. Namun mereka akhirnya sampai kecanduan dan terlilit dalam masalah finansial akibat judi online," kata Kristiana.

Untuk tata laksana pengobatan pada pecandu judi online, Kristiana menjelaskan bahwa pasien akan diberikan dua macam pengobatan yaitu psikoterapi dan obat-obatan. Psikoterapi tersebut mencakup terapi kognitif-perilaku yang bertujuan untuk mengubah memperbaiki perilaku impulsive, terapi untuk mengubah pola pikir yang salah, serta keinginan serba instan dalam mendapatkan uang.

Menurut Kristiana, terapi tersebut dilakukan minimal selama 3 bulan. Lalu kemudian akan dievaluasi, dan dilanjutkan enam bulan ke depan. Setelah itu, pasien akan dipantau hingga 12 bulan. Menurut dia, pemantauan itu penting dilakukan masih ada peluang pasien mengalami kekambuhan.

“Bahkan keinginan untuk berjudi pun trafiknya itu kalau ditelusuri di penelitian itu tidak akan hilang sampai 5 tahun dia lepas berjudi. Sehingga memang angka kekambuhan itu masih ada. Jadi 3 bulan, lanjut evaluasi, 6 bulan terapi lagi, dan 12 bulan ke depan dilakukan pemantauan,” kata dokter Kristiana yang juga menjabat sebagai Psikiater Konsultan Adiksi di RSCM.

Ia mengatakan adiksi judi online adalah masalah bersama. Pasalnya, satu orang yang mengalami kecanduan judi online, maka terdapat tujuh orang terdekat yang biasanya ikut terdampak. Dampaknya bukan hanya uang, namun juga kesehatan, sosial, legal, dan kultur.

“Jadi memang tata laksana yang komprehensif untuk pecandu judi online ini harus didukung oleh pemerintah, karena cara ini bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mengobati adiksi atau kecanduan dari judi online,” kata Kristiana.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement