Rabu 31 Jul 2024 16:58 WIB

Emirsyah Satar Divonis Lima Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Emirsyah diminta membayar uang pengganti 86,36 juta dolar AS kasus Garuda Indonesia.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Mantan direktur utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mantan direktur utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar divonis pidana lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Emirsyah didakwa merugikan keuangan negara dengan nilai 609,81 juta dolar AS.

"Terdakwa Emirsyah Satar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," kata hakim ketua Rianto Adam Pontoh pada sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Dengan demikian, Pontoh menyatakan Emirsyah terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain pidana utama, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah berupa pembayaran uang pengganti sejumlah 86,36 juta dolar AS yang harus dibayarkan paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.

Jika Emirsyah tidak membayar maka harta bendanya akan disita untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup maka diganti (subsider) dengan pidana penjara selama dua tahun. "Terdakwa juga dibebani biaya perkara Rp 7.500," ucap Pontoh menambahkan.

Pontoh menjelaskan, dalam memberikan putusan, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan vonis, yakni Emirsyah sebagai salah satu dirut BUMN tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Sementara beberapa hal yang meringankan, yaitu Emirsyah sedang menjalani pidana penjara dalam kasus tindak pidana korupsi lainnya. Selain itu, ia bersikap sopan selama di persidangan sepanjang pengamatan majelis hakim.

"Berdasarkan hal yang memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, maka majelis hakim menilai putusan kiranya sudah memenuhi rasa keadilan yang ada dalam masyarakat," tutur Pontoh.

Vonis yang dijatuhkan kepada Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan. Namun, pembayaran uang pengganti yang dikenakan kepada mantan Dirut Garuda Indonesia itu sama dengan tuntutan jaksa.

Vonis tersebut bukan kali pertama diterima Emirsyah. Sebelumnya, Emirsyah juga telah divonis dalam perkara berbeda. Pada 8 Mei 2020, Emir divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan serta dihukum membayar uang pengganti sebesar 2,11 juta dolar Singapura.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement