REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal, kembali digelar di Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu (31/7/2024). Kali ini, sidang menghadirkan sejumlah saksi ahli dari tim kuasa hukum Saka Tatal.
Salah satu saksi yang dihadirkan adalah ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri. Dalam sidang itu, dia mengatakan, dari berkas yang pernah dibacanya, terkesan atau terindikasi kasus ini merupakan contoh pengungkapan kasus yang terlalu mengandalkan pada keterangan saksi, termasuk keterangan tersangka. ‘’Menomorsekiankan bukti scientific,’’ ujar Reza.
Reza pun mencontohkan terkait narasi telah terjadi perkosaan terhadap almarhumah. ‘’Saya ingin bicara tentang sperma, bukan tentang objek spermanya. Tapi saya ingin menyampaikan perspektif kepada majelis terkait sperma adalah, latar belakang psikologis munculnya sperma tersebut,’’ ujar Reza.
‘’Pertanyaannya sederhana begini. Apakah sperma serta merta bisa kita simpulkan sebagai bukti telah terjadi perkosaan? Jawabannya tidak. Dari sudut pandang psikologi forensik, tidak,’’ tukas Reza.
Reza menjelaskan, keberadaan sperma, bisa dilatarbelakangi oleh satu dari kemungkinan dua kondisi psikologis. Pertama, ketika sperma muncul setelah terjadinya aktivitas seksual yang dipaksakan. Jika itu terjadi, maka sperma itu memenuhi kriteria sebagai bukti kejahatan seksual.
Kemungkinan yang kedua, sperma merupakan akibat dari aktivitas seksual mau sama mau. Jika demikian, maka praktis sperma tersebut bukan merupakan bukti telah terjadi kekerasan seksual. ‘’Persoalannya adalah, dari berkas yang saya baca, saya tidak menangkap adanya informasi terkait dengan latar belakang psikis yang mendahului keluarnya sperma tersebut,’’ katanya.
Untuk itu, dari sudut pandang psikologi forensic, Reza tidak bisa menyimpulkan apakah sperma itu merupakan akibat perkosaan ataukah akibat dari aktivitas seksual yang mau sama mau.
Ditemui usai memberikan keterangan pada sidang PK Saka Tatal, Reza mengatakan, untuk mengungkap peristiwa yang terjadi pada tahun 2016, ia juga meminta agar dihadirkan bukti komunikasi elektronik dari para terpidana dan kedua korban. ‘’Saya menyampaikan berulang kali kepada majelis, saya sangat menunggu adanya bukti komunikasi elektronik serinci-rincinya, yang dilakukan oleh para terpidana pada saat itu dan kedua korban,’’ katanya.
‘’Bukti elektronik serinci-rincinya ini mencakup siapa dengan siapa berkomunikasi, tentang apa, pada jam detik berapa, itu akan memberikan gambaran kepada kita tentang para tersangka ini betul-betul merencanakan pembunuhan atau tidak,’’ terang Reza.
Reza mengatakan, jika kematian Vina dan Eky merupakan pembunuhan berencana, maka para pelaku pasti akan saling berkomunikasi. Hal itu untuk merealisasikan rencana pembunuhan terhadap korban. Reza menambahkan, keberadaan bukti elektronik dari kedua korban juga akan mengungkap perasaan korban.
‘’Yang kedua adanya bukti elektronik gawai dari para korban untuk menangkap indikasi kegelisahan mereka pada malam itu, mulai dari rasa takut, cemas, panik, mencari pertolongan, menghindar dari kejaran,’’ katanya.
Reza menilai, bukti elektronik tersebut merupakan alat bukti yang sangat penting untuk mengungkap kasus tersebut. Namun, dia heran bukti penting itu tidak dihadirkan di persidangan.
‘’Menurut saya, bukti elektronik yang sesungguhnya punya nilai emas semacam itu kok tidak dihadirkan pada persidangan? Firasat saya mengatakan bukti elektronik itu sudah ada, pastilah Polda Jabar melakukan ekstraksi terhadap handphone seluruh pihak pada malam itu, sehingga bisa disimpulkan apakah sungguh-sungguh terjadi pembunuhan berencana atau tidak dan ataukah sungguh-sungguh diperkosa atau tidak,’’ papar Reza.