Kamis 01 Aug 2024 10:58 WIB

Pemain Judi Online Marak di Indonesia, Sosiolog Ungkap Faktor Pendorongnya

Menurut sosiolog, ada beberapa faktor pendorong masyarakat bermain judi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Warga melihat iklan judi online melalui gawainya (ilustrasi). Ada beberapa faktor ang menjadi pendorong masyarakat untuk bermain judi online.
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Warga melihat iklan judi online melalui gawainya (ilustrasi). Ada beberapa faktor ang menjadi pendorong masyarakat untuk bermain judi online.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Drone Emprit, sistem monitor analisis media sosial, menunjukkan jumlah pemain judi online Indonesia menempati posisi teratas dunia. Pada laporan tersebut, Indonesia transaksi sebanyak Rp 81 triliun dengan jumlah 201.122 pemain judi.

Melihat kondisi itu, sosiolog Universitas Airlangga Ratna Azis Prasetyo mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi pendorong masyarakat untuk bermain judi. Ia mengungkap, faktor-faktor pendorong maraknya judi online antara lain adalah adanya tekanan kemiskinan dan gaya hidup, sosial, serta kondisi kultural.

Baca Juga

Menurut Ratna, faktor tekanan kemiskinan dan gaya hidup dapat menjadikan seseorang mendapatkan tujuan tertentu secara instan. Salah satunya memiliki harapan untuk mendapatkan penghasilan secara lebih dengan cepat.

Selain kemiskinan, faktor sosial juga menjadi faktor pendukung maraknya judi online. “Seseorang yang berada dalam lingkungan atau pergaulan yang dekat dengan kejahatan, maka potensi untuk mengembangkan perilaku kejahatan juga dapat terjadi,” kata Ratna dalam keterangan tertulis, Kamis (1/8/2024).

Faktor ketiga adalah faktor kultural yang menganggap judi online adalah lumrah. Faktor ini dapat menyebabkan seseorang tertarik untuk menggunakannya.

Ratna mengatakan, permainan ini ibaratnya seperti narkoba. Jika seseorang kecanduan judi online, mereka tidak bisa berhenti. Hal ini membawa kerugian secara ekonomi apabila tidak sesuai ekspektasi mereka.

“Secara mental, seseorang juga bisa terdorong untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti mencuri, membunuh, dan lainnya,” kata dia.

Ratna juga menambahkan, saat ini permainan tersebut sudah sering pemerintah blokir. Namun cara pemblokiran tersebut dirasa belum efektif karena mereka dapat membuat situs baru lagi.

“Kalau kita lihat, jika ada satu situs dihapus, maka mereka akan membuat situs baru lagi. Begitu seterusnya. Menurut saya, memblokir situs ini penting tetapi harus dilihat juga dari sisi korban judi online untuk memberikan edukasi. Artinya, kita harus menyadarkan anak-anak muda agar tidak terjerumus ke dalam permainan judi online,” jelas Ratna.

“Judi itu bisa membuat kecanduan, tugas seorang mahasiswa adalah untuk belajar dan kalau bisa menjadi agen perubahan, untuk menyadarkan teman-temannya yang sedang terjerat oleh judi online,” kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement