REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Persoalan sampah menjadi isu yang serentak dirasakan di berbagai daerah di Indonesia. Peristiwa ledakan dan longsornya TPA Leuwigajah Cimahi 19 tahun lalu yang memakan korban lebih dari 150 jiwa penduduk di sekitarnya. Kejadian ini, menjadi pil pahit yang harus ditelan negeri ini akibat minimnya pengolahan dan intervensi terhadap sampah.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2023 timbunan sampah di Indonesia mencapai lebih dari 17 juta ton. Sampah itu, dihasilkan dari 126 kota/kabupaten di Indonesia. Selain itu, pada 2023 pun tercatat terjadi 14 lokasi kebakaran TPA, yang menunjukkan pengolahan sampah di Indonesia masih memiliki tugas rumah yang serius untuk diperbaiki.
Kitabisa, platform penggalangan dana sosial terbesar di Indonesia membuat program upaya pelestarian lingkungan melalui berbagai inovasi program berkelanjutan yang dihadirkan melalui platform kitabisa.org. Salah satu di antaranya melalui program Askara Nusantara, Kitabisa menginisiasi kegiatan Roadshow Aksi Jaga Bumi, sebuah program pelatihan dan pelibatan masyarakat dalam melakukan pengolahan sampah dengan fokus pada sampah organik menggunakan metode biokonversi.
Kegiatan ini difokuskan di wilayah komunal yang memiliki intensitas produksi sampah tinggi, salah satunya di lingkungan Pondok Pesantren. Selama periode Juni hingga Juli 2024, Kitabisa telah mengadakan pelatihan pengolahan sampah biokonversi dan memberikan hibah instalasi pengolahan sampah berbasis maggot “Magobox Tower” dan alat composting portable di enam pesantren yang tersebar di Jawa Barat dan luar Jawa Barat.
Pesantren yang terlibat antara lain Jakarta Islamic Boarding School Bogor, Ponpes Al Ihya Subang, Ponpes el-Azzam Sukabumi, Ponpes Miftahul Hasanah Sumedang, Ponpes Al Ismaili Lamongan, dan MBS Al Mujahidin Gunung Kidul.
Menurut Environmental Program Manager di Kitabisa, Muhammad Nur Afif, pihaknya percaya bahwa pesantren memiliki peran penting dalam membentuk generasi yang peduli lingkungan. Di sisi lain, pesantren menjadi salah satu tempat komunal yang menghasilkan sampah cukup tinggi.
"Melalui program ini, kami ingin membekali para santri dengan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mengelola sampah organik sehingga dapat berkontribusi dalam memulihkan fungsi lingkungan hidup kita,” ujar Nur, dalam keterangan resminya, Kamis (1/8/2024).
Nur menjelaskan, pengolahan sampah sisa organik melalui metode biokonversi merupakan upaya preventif dalam mengatasi penumpukan gas metan di TPA yang disebabkan oleh tercampurnya sampah sisa makanan dengan sampah anorganik yang sulit diurai oleh mikroorganisme di dalam tumpukan sampah. Melalui metode ini, 100 persen sampah organik dapat terkelola tanpa harus dimobilisasi ke TPA. Diantara metode biokonversi adalah Composting, Maggotisasi, Vermicomposting (Cacing), Eco Enzyme, Pupuk Organik Cair.
"Dengan adanya pelatihan dan fasilitas pengolahan sampah ini, diharapkan para santri dan manajemen pesantren dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam pengelolaan sampah harian pesantren dan menginspirasi lingkungan sekitar untuk turut serta dalam mengolah sampah secara swadaya," paparnya.
Fajrul Hakim Ahmad selaku koordinator sarpras Pondok Pesantren Al Ihya Subang mengatakan, pihaknya merasa kegiatan ini sangat cocok dengan semangat pesantrennya. Pihaknya pun bersyukur, bisa terpilih menjadi salah satu tuan rumah Roadshow ini. "Tentu ini menjadi penambah semangat kami untuk terus mengolah sampah di lingkungan pesantren kami. Bahkan kami ingin mengejar nilai ekonomi sirkular dari pengolahan sampah ini agar dapat memberdayakan santri-santri kami yang sebagian kami gratiskan,” katanya.
Tentang Kitabisa Aplikasi tolong-menolong terpercaya di Indonesia untuk membantu orang lain dan saling membantu satu sama lain. Sejak 2013, Kitabisa telah menjembatani lebih dari 10 juta donatur menyalurkan Rp5 triliun lebih donasi untuk lebih dari 300.000 inisiatif sosial.