REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada Juli 2024 terjadi deflasi 0,18 persen. Itu merupakan perhitungan inflasi bulan ke bulan (month to month/mtm), artinya dibandingkan dengan kondisi pada Juni 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjabarkan data menurut komponen hingga terjadinya deflasi tersebut. Pertama dari Komponen harga bergejolak. Pada kelompok ini, mengalami deflasi sebesar 1,92 persen, dan memberikan andil deflasi sebesar 0,32 persen.
"Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bawang merah, cabe merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih, dan telur ayam ras," kata Amalia lewat konferensi pers, di kantornya, Kamis (1/8/2024).
Kedua dari komponen inti. Pada kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 0,18 persen, dan memberikan andil inflasi sebesar 0,12 persen.
Amalia menerangkan, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada komponen inti antara lain emas perhiasan, kopi bubuk, biaya sekolah dasar, biaya sekolah menengah pertama, dan biaya sekolah menengah atas. Lalu terakhir, komponen harga diatur pemerintah. Kelompok ini juga mengalami inflasi sebesar 0,11 persen dengan andil inflasi 0,02 persen.
"Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada komponen ini adalah sigaret kretek mesin (SKM), dan sigaret kretek tangan (SKT)," ujar Plt kepada BPS itu.
Secara umum Amalia menyampaikan beberapa peristiwa yang dapat memengaruhi indikator harga. Pertama perkembangan curah hujan. Pada Juni 2024, curah hujan rendah terjadi di sebagian wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kondisi demikian berlanjut hingga Dasarian II Juli 2024. Curah hujan rendah berdampak ke produksi holtikultura seperti cabai dan bawang.
Kedua, peningkatan produksi bawang merah. BPS mencatat pasokan dari sentra-sentra utama produksi, seperti Brebes, Kendal, Demak, Bima, dan Nganjuk kembali normal.
Ketiga, momen tahun ajaran baru. Kegiatan belajar mengajar kembali dimulai di sekolah-sekolah. "Ini merupakan momen tertentu yang dapat memengaruhi inflasi," ujar Amalia.
Keempat, terkait dengan luas panen padi. Berdasarkan hasil kerangka sampel area (KSA) amatan Juni 2024, terjadi penurunan luas panen padi pada Juni-Juli 2024, setelah melalui puncak panen pada April-Mei 2024.