Jumat 02 Aug 2024 09:43 WIB

Ketika 2.700 Operasi Pembunuhan Oleh Intelijen Israel Gagal Matikan Perlawanan Palestina

Israel melakukan rangkaian operasi pembunuhan sejak 1948

Red: Nashih Nashrullah
Ismail Haniyeh melambaikan tangan kepada puluhan warga Gaza.

Di lain waktu, pembunuhan-pembunuhan tersebut bertujuan untuk menghilangkan kader-kader penting musuh-musuh Israel, seperti dalam kasus ilmuwan atom Mesir Mustafa Mosharafa, Samira Moussa, dan Yahya al-Mashhad, namun yang dapat diperdebatkan adalah seberapa efektif pembunuhan-pembunuhan tersebut dalam melemahkan musuh-musuh Israel secara strategis, mengingat negara penjajah itu memiliki rekam jejak yang sangat dipertanyakan dalam hal ini.

Jika kita mengambil Hamas sebagai contoh, kita dapat menghitung puluhan pembunuhan di antara para pemimpin politik dan militer gerakan ini selama tiga dekade terakhir, dimulai dengan insinyur Yahya Ayyash pada 1996, Salah Shehadeh pada 2002 dan Ibrahim al-Maqadmeh pada 2003, kemudian pendiri gerakan ini, Syekh Ahmed Yassin pada 2004 dan penggantinya, Abdul Aziz al-Rantisi pada yang sama. Daftar ini berlanjut dengan komandan Nizar Rayyan pada 2009, Ahmed al-Jaabari pada 2012, Raed al-Attar dan Mohammed Abu Shamala pada 2014.

Pembunuhan-pembunuhan ini tentu saja menyebabkan kebingungan di jajaran gerakan untuk sementara waktu, tetapi dampaknya sangat kecil dalam jangka panjang. Kurang dari dua tahun setelah pembunuhan Yassin dan Rantisi, misalnya, Hamas menyapu bersih satu-satunya pemilu demokratis yang diadakan pada saat itu, sementara pembunuhan para pemimpin dan insinyur militer tidak menghalangi perkembangan militer gerakan, seperti yang dialami Israel pada 7 Oktober.

Hal yang sama berlaku untuk gerakan Jihad Islam, yang pendirinya Fathi al-Shagaki dibunuh oleh Mossad pada 1995 di pulau Malta, dan sejumlah kadernya telah menjadi target sejak saat itu, namun gerakan ini masih hidup dan bahkan tumbuh dalam ukuran dan kekuatan.