Sabtu 03 Aug 2024 08:31 WIB

Bursa Saham Terjun Bebas, AS di Tepi Resesi Besar

Goncangan bursa saham AS terkait meningkatnya pengangguran.

Red: Fitriyan Zamzami
Pialang lesu melihat anjloknya saham di Bursa Efek New York, Jumat, 2 Agustus 2024.
Foto: AP Photo/Richard Drew
Pialang lesu melihat anjloknya saham di Bursa Efek New York, Jumat, 2 Agustus 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Saham-saham AS dijual secara besar-besaran untuk sesi kedua berturut-turut pada Jumat. Nasdaq Composite mengkonfirmasi bahwa pihaknya berada di wilayah koreksi setelah laporan pekerjaan yang lemah memicu kekhawatiran akan datangnya resesi.

Laporan ketenagakerjaan yang lemah menambah kecemasan setelah data minggu ini menunjukkan kelemahan di sektor manufaktur AS, dan hasil yang mengecewakan dari pembuat semikonduktor Intel, yang berdampak buruk pada sahamnya.

Baca Juga

Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan bahwa pengupahan di sektor di luar pertanian (nonfarm payrolls) menunjukkan penambahan sekitar 114.000 pekerjaan pada bulan lalu. Angka ini jauh di bawah perkiraan rata-rata para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebesar 175.000, juga jauh dari angka 200.000 yang diyakini para ekonom diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan populasi. Tingkat pengangguran melonjak hingga 4,3 persen, mendekati level tertinggi dalam tiga tahun.

Data tersebut menambah kekhawatiran bahwa perekonomian melambat lebih cepat dari perkiraan dan Federal Reserve telah melakukan kesalahan dengan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada pertemuan kebijakannya yang berakhir pada Rabu.

Ekspektasi penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada pertemuan Fed bulan September melonjak menjadi 69,5 persen dari 22 persen pada sesi sebelumnya, menurut FedWatch Tool CME.

“Jelas angka ketenagakerjaan adalah berita utama, namun kita tampaknya telah resmi memasuki kondisi yang paling rasional di mana berita ekonomi buruk dilihat apa adanya dan bukan dianggap baik-baik saja,” kata Lamar Villere, manajer portofolio di Villere & Co di New Orleans.

"The Fed akan melakukan pemotongan suku bunga dan kita sudah menyesuaikan diri dengan hal tersebut, hal tersebut sudah pasti. Sekarang pertanyaannya apakah The Fed menunggu terlalu lama dan apakah AS sedang menghadapi resesi?"

Data ketenagakerjaan yang lemah juga memicu apa yang dikenal sebagai “Aturan Sahm”, yang dipandang oleh banyak orang sebagai indikator resesi yang akurat secara historis. 

DAlam penutupan perdagangan pada Jumat, Dow Jones Industrial Average, turun 610,71 poin, atau 1,51 persen, menjadi 39,737.26. S&P 500 kehilangan 100,12 poin, atau 1,84 persen, menjadi 5,346.56 dan Nasdaq Composite kehilangan 417,98 poin, atau 2,43 persen, menjadi 16.776,16.

Menambah tekanan adalah penurunan saham Amazon sebesar 8,79 persen, dan Intel, yang anjlok 26,06 persen setelah hasil kuartalan. 

Penurunan tersebut mendorong Nasdaq Composite turun lebih dari 10 persen dari penutupan tertingginya di bulan Juli untuk mengonfirmasi bahwa indeks tersebut berada dalam koreksi setelah meningkatnya kekhawatiran mengenai valuasi yang mahal dalam melemahnya perekonomian. S&P 500 ditutup pada level terendah sejak 4 Juni. Baik indeks acuan S&P maupun blue-chip Dow mengalami penurunan dua hari terbesar sejak Maret 2023.

photo
Papan di atas lantai bursa menunjukkan angka penutupan rata-rata industri Dow Jones, di New York Stock Exchange, Jumat, 2 Agustus 2024. - (AP Photo/Richard Drew)

Kekhawatiran bahwa AS akan terpuruk menuju resesi juga memicu aksi jual global, yang semakin cepat setelah laporan ketenagakerjaan yang buruk pada hari Jumat menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS merosot dengan cepat, sehingga mendorong peningkatan tingkat pengangguran. Pasar saham di Eropa dan Asia ikut anjlok pada Jumat karena meningkatnya kekhawatiran akan kemerosotan ekonomi AS dan saham-saham teknologi terpukul oleh pendapatan yang mengecewakan.

Para ekonom khawatir perekonomian AS bisa menjadi lebih lemah dibandingkan yang disadari oleh para gubernur bank sentral di Federal Reserve, dan bisa memaksa The Fed melakukan pemotongan tajam biaya pinjaman pada bulan September – atau bahkan penurunan suku bunga darurat sebelumnya – untuk merangsang permintaan.

“Perlambatan tajam dalam pembayaran gaji di bulan Juli dan peningkatan tajam dalam tingkat pengangguran membuat penurunan suku bunga di bulan September tidak dapat dihindari dan akan meningkatkan spekulasi bahwa The Fed akan memulai siklus pelonggarannya dengan pemotongan sebesar 50 bp atau bahkan langkah intra-meeting,” kata Stephen Brown, wakil kepala ekonom Amerika Utara di Capital Economics.

Laporan ketenagakerjaan yang lemah menambah kecemasan setelah data minggu ini menunjukkan kelemahan di sektor manufaktur AS, dan hasil yang mengecewakan dari pembuat semikonduktor Intel, yang berdampak buruk pada sahamnya.

Sebesar apa potensi resesi? baca halaman selanjutnya

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement