REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyelenggaraan ibadah haji 2024 yang melibatkan banyak lembaga pemerintah meski sudah usai dengan mulus, tetapi tak membuat segelintir elite politik mengapresiasi.
Keberhasilan haji, secara umum, justru berbalas pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Penyelenggaraan Haji dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (9/7/2024) lalu. Pansus ini diinisiasi langsung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa PKB, A Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin.
Anggota DPR menyatakan, Pansus Haji dibentuk untuk perbaikan penyelenggaraan haji ke depan. Setidaknya ada dua isu utama yang diangkat Pansus DPR terkait penyelenggaraan haji tahun ini. Pertama, soal pembagian kuota tambahan. Kedua, terkait kepadatan tenda jamaah haji di Mina.
Sejak DPR RI membentuk Pansus tersebut, isu pembagian kuota haji tambahan sangat gencar digulirkan. Di bawah komando Cak Imin, para anggota DPR menduga Kemenag melanggar undang-undang tentang perhajian. Oleh karenanya, perlu dipansukan.
Namun, ada juga yang menyatakan Pansus tersebut sebenarnya tidak dibutuhkan, karena masalah haji tahun ini sebenarnya bisa diselesaikan lewat rapat Panitia Kerja (Panja). Selain itu, masa kerja DPR RI Periode 2019-2024 juga tinggal dua bulanan lagi.
Karena itu, berbagai pihak pun menilai pembentukan Pansus Haji tersebut mengarah pada tujuan politis. Apalagi, hubungan Cak Imin dengan Gus Yaqut sedang tidak baik-baik saja. Cak Imin diduga tidak mengamini jika Gus Yaqut menjadi Menteri Agama lagi pada masa pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dugaan itu, terindikasikan kuat dalam Mukernas PKB yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat pada Selasa (23/7/2024). Cak Imin sudah menyodorkan nama Waketum PKB Jazilul Fawaid untuk menjadi Menteri Agama. Hal ini disampaikan Cak Imin saat menyinggung soal penyelenggaraan ibadah haji, termasuk di Jamarat, Mina.
"Dari dulu tidak ada solusi, setelah satu abad baru ada solusi, yang namanya lempar jumroh bertingkat, kenapa Arafah Mina nggak dibikin bertingkat? Tentu menunggu Pak Jazil menjadi Menteri Agama kira-kira," kata Cak Imin.
Padahal, pembangunan jamarat atau tempat lempar jumroh itu sendiri sepenuhnya merupakan kewenagan pemerintah Arab Saudi, bukan Kemenag. Pemerintah Indonesia juga tidak bisa memaksa Arab Saudi untuk segera menambah luas area Mina, seperti pembangunan bertingkat. Memang semua rencana itu ada, tapi semua tergantung Kerajaan Arab Saudi.
Sementara itu, Direktur Center for Economic and Democracy Studies (Cedes), Zaenul Ula melihat aroma politik terasa kental mewarnai putusan Rapat Paripurna Pengesahan Pembentukan Pansus Angket Haji tahun ini.
Zaenul melihat seperti ada "udang di balik batu" dari proses terbentuknya Pansus Angket Haji 2024 ini. Sebab, prosedur pembentukannya terkesan buru-buru. Seperti mengejar waktu. Sangat terlihat, bagi awam sekalipun.
Zainul juga melihat ada rivalitas kelompok yang mencoba memanfaatkan institusi DPR untuk melakukan tekanan. "Saya menduga, ini masih ada kaitannya dengan rivalitas dan dukung-mendukung di momen Pilpres 2024, yang berlanjut hingga sekarang," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP), Prof Abdul Mu'ti. Dia pun mengingatkan agar pembentukan Pansus Haji DPR RI bukan untuk kepentingan rivalitas politik semata. Karena, Prof Mu'ti melihat pelaksanaan haji tahun ini justru berjalan baik dengan sejumlah capaian dan perbaikan yang berhasil ditorehkan.
"Pelaksanaan hak angket hendaknya diletakkan dalam kepentingan untuk memperbaiki pelaksanaan dan pelayanan haji. Bukan untuk kepentingan atau rivalitas politik perseorangan,” kata Prof Mu'ti dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Dia pun memandang sejauh ini pembentukan Pansus Haji 2024 menuai pro dan kontra. Namun menurut dia, pembentukan Pansus Haji adalah hak konstitusi dari DPR sebagai bagian fungsi pengawasan terhadap pemerintahan.
"Saya mengikuti pemberitaan media, pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya," kata dia.
Prof Mu'ti juga berharap pembentukan Pansus Haji oleh DPR RI tidak bermuatan politis, seperti menyudutkan menteri agama ataupun Kemenag. "Kalau motifnya itu misalnya ada agenda politik untuk menyudutkan menteri agama atau Kementerian Agama karena hal-hal yang sifatnya personal, saya kira itu harus dihindari," ucap dia.
Prof Mu'ti mengatakan Muhammadiyah tidak dalam posisi mendukung atau menolak pembentukan Pansus Haji. Karena, pembentukan tersebut memang hak dari DPR RI.
Namun ia menggarisbawahi jika pembentukan Pansus demi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ke depan, maka harus diapresiasi. "Sepanjang dilaksanakan sesuai niat awal untuk memastikan bahwa penyelenggaraan haji lebih baik, saya kira itu patut diapresiasi," kata dia.
Prof Mu'ti menambahkan, Pansus Haji harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Jangan ada agenda-agenda pribadi yang berkaitan dengan persaingan politik antara menteri agama dengan sebagian anggota DPR.
"Perbaikan dan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan dan persaingan perseorangan sebagai politisi," jelas Prof Mu'ti.
Baca juga: Lantas Benarkah Kakek Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan Termasuk Pendiri NU?
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf juga bertanya-tanya mengenai bergulirnya Pansus Angket Haji 2024, sehingga ia berpendapat tidak ada alasan kuat untuk pembentukannya.
"Kami melihat tidak ada yang bisa dijadikan alasan yang cukup untuk pansus ini," ujar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers usai rapat pleno NU di Jakarta, Ahad (28/7/2024).
Sementara itu, Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin memlihat, wajar DPR membentuk Pansus Haji jika memang memiliki bukti yang valid adanya penyelewengan dana haji atau pelanggaran dalam penyelenggaraan haji oleh pihak pemerintah. Karena memang merupakan kewajiban DPR untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif.
"Namun apabila motivasinya adalah karena adanya kepentingan politik tertentu di luar dari tugas dan fungsi pengawasan, tentu kita sangat sayangkan. Sebab bisa saja penyelidikan dan investigasinya tidak objektif dan jadi salah fokus," ujar Kiai Jeje kepada Republika.co.id, Kamis (1/8/2024).
Dia pun tidak yakin...