REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), KH Anwar Sanusi, mengatakan, integrasi empat bingkai kerukunan, yakni politis, yuridis, sosiologis, dan teologis, dapat menjadi pilar kekuatan bangsa dalam melawan radikalisme dan terorisme.
"Faktor dominan dalam munculnya paham radikalisme adalah karena pemahaman agama yang tidak utuh dan memanipulasi ajaran agama untuk kepentingan tertentu," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Dengan demikian, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengingat cita-cita bangsa yang ditetapkan oleh para pendiri negara, yakni melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, salah satunya dengan memahami dan menerapkan empat pilar tersebut.
Pilar pertama adalah aspek politis. Dalam kerangka politis, kata dia, UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah dasar utama yang harus dijaga dan dijunjung tinggi.
“Negara ini adalah negara hukum dan setiap warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa, harus taat hukum. Penegakan hukum yang adil dan tegas sangat penting untuk menjaga kerukunan dan mencegah munculnya tindakan radikal dan anarkis,” kata dia.
Menurut dia, aspek politis tersebut berkaitan erat dengan unsur sosiologis dan kearifan lokal.
Pilar kedua adalah pilar sosiologis melibatkan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat. “Menghargai dan memelihara kearifan lokal adalah kunci untuk menjaga kerukunan dan persatuan,” kata dia.
Pilar ketiga, dimensi politis dan sosiologis juga membutuhkan pilar teologis untuk menekankan pentingnya moderasi beragama dan kerukunan umat beragama.
“Semua harus memahami bahwa negara Indonesia adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mendukung keberagaman agama,” ujarnya.
Pilar keempat, dalam implementasinya, empat pilar tersebut membutuhkan kepastian hukum. Dalam konteks regulasi, ia mencontohkan Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 8 dan 9 tahun 2006, yang membahas pendirian rumah ibadah dan kerukunan umat beragama.
“Meskipun regulasi ini sudah ada dan berjalan cukup lama, masalah utamanya adalah penegakan hukum yang lemah. Penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk memastikan bahwa hak beribadah dan keberagaman agama dihormati dan dilindungi,” ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, dengan pendekatan yang komprehensif dan sinergis antara aspek politis, yuridis, sosiologis, dan teologis, masyarakat dapat membangun kontra narasi radikalisme yang kuat dan efektif.
Ia juga mengingatkan bahwa integrasi empat pilar kerukunan tersebut harus dijaga dan diperkuat. Dengan integrasi yang kuat, bangsa Indonesia dapat melawan radikalisme dan terorisme dengan efektif serta menjaga kedamaian dan persatuan di tengah keberagaman.
“Pendidikan, pemahaman agama yang mendalam, penegakan hukum yang tegas, dan penghargaan terhadap kearifan lokal adalah langkah-langkah penting untuk mencapai kerukunan Indonesia. Semoga dengan upaya bersama, bangsa kita dapat terus menjaga kedamaian dan kerukunan di tengah keberagaman,” pungkasnya.