REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tujuh rumah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 4 Semarang di wilayah Gergaji, Kecamatan Semarang Selatan, Jawa Tengah, yang sebelumnya ditempati pensiunan disita. PT KAI mengambil alih tujuh rumah senilai Rp 45 miliar yang dihuni oleh anak, cucu, menantu, hingga kerabat pensiunan yang sudah meninggal dunia pada Selasa, 30 Juli 2024.
Tujuh rumah tersebut diambilalih karena keluarga pensiunan yang menempati tanpa ada ikatan kontrak dengan KAI. Manajer Humas KAI Daop 4 Semarang Franoto Wibowo mengungkapkan, tujuh rumah yang diambil alih dulunya dihuni para pensiunan pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) dengan status sewa. Setelah para pensiunan meninggal, rumah-rumah tersebut ditempati anak, cucu, menantu, dan kerabat mereka tanpa ikatan kontrak dengan KAI.
Franoto menambahkan, sebelum melakukan pengambilalihan dan pengosongan, KAI sudah mengirimkan tiga surat peringatan kepada para keluarga pensiunan. Selain itu, KAI pun menawarkan opsi kontrak atau sewa kepada mereka.
"Tapi dari mereka tidak ada iktikad baik, sehingga kita lakukan langkah tegas," ujar Franoto kepada awak media.
Dalam proses pengambilalihan aset tujuh rumah tersebut, puluhan personel polisi turut dikerahkan ke lapangan. Franoto mengungkapkan, luas tanah dari tujuh rumah yang diambil alih KAI Daop 4 Semarang yakni 3.611 meter persegi. Sedangkan luas bangunan adalah 824 meter persegi senilai Rp 45 miliar.
"Aset tersebut merupakan aset PT KAI dan sah secara hukum. Aset tersebut memiliki Sertifikat Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan yang tercatat dalam aktivas perusahaan," kata Franoto.
Salah satu penghuni rumah yang diambil alih PT KAI Daop 4 Semarang adalah Suryono Raharjo (70 tahun), yakni pensiunan masinis. Suryono sangat kecewa dengan tindakan pengambilalihan yang dilakukan PT KAI.
"Tidak ada yang namanya pejabat PJKA mengusir para pensiunan. Sekarang (berubah nama) menjadi PT KAI, arogan, serakah, rakus. Semua tanah diakui milik PT KAI," kata Suryono kepada awak media di lokasi.
Dia mengungkapkan telah tinggal di rumahnya sejak 1982. "Saya tinggal di sini sejak tahun 82, dengan Surat Penunjukkan Rumah (SPR) dari PJKA, bukan PT KAI," ujarnya.
Suryono mengakui telah menerima tiga surat pemberitahuan atau peringatan dari PT KAI sebelum pengambilalihan dilakukan. Dia mengatakan belum mengetahui akan tinggal di mana setelah rumah yang selama ini dihuninya disita PT KAI.