Senin 05 Aug 2024 17:45 WIB

Kebijakan Baru BBM Subsidi Bakal Jadi Oleh-Oleh untuk Pemerintahan Prabowo

Pemerintah berupaya memastikan BBM bersubsidi menjadi lebih tepat sasaran.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengendara saat akan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara saat akan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bakal menerapkan aturan baru terkait BBM bersubsidi pada 1 September 2024. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kemenko Maritim dan Investasi (Marves) Rachmat Kaimuddin mengatakan aturan baru tersebut masih dalam proses finalisasi dan akan diumumkan setelah selesai semuanya. 

"Harapan kita bisa lock semua di 1 September, peraturan dan segala macamnya. Mudah-mudahan ini sesuatu yang kita kerjakan di pemerintahan ini, tetapi bisa jadi oleh-oleh untuk pemerintahan yang baru," ujar Rachmat saat diskusi bertajuk "Tekan Emisi, Perbaiki Kualitas Udara: Kebijakan Baru Subsidi BBM" di Ashley Wahid Hasyim, Jakarta, Senin (5/8/2024).

Baca Juga

Rachmat mengatakan aturan baru ini bukan membatasi pembelian BBM bersubsidi, melainkan upaya pemerintah memastikan BBM bersubsidi menjadi lebih tepat sasaran. Rachmat menyampaikan tidak ada perubahan harga maupun akses bagi masyarakat atau jenis kendaraan yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi, seperti kendaraan roda dua, nelayan, maupun transportasi umum. 

 

"Saya kurang menyukai bahasa pembatasan karena kalau pembatasan itu anggapannya orang tidak boleh beli atau jumlahnya berkurang," ucap Rachmat. 

 

Rachmat menjelaskan, model subsidi BBM selama ini justru lebih banyak dinikmati oleh orang yang mampu. Rachmat menyampaikan orang dengan tingkat ekonomi yang tinggi akan mendapat lebih banyak menggunakan subsidi BBM mengingat jumlah kendaraan maupun jenis kendaraan yang lebih banyak ketimbang orang yang tidak mampu. 

 

Rachmat mengatakan jumlah subsidi solar tercatat sebesar Rp 8.000 per liter atau lebih besar dari subsidi bensin yang sekitar Rp 1.800 hingga Rp 2.000 per liter.  Berdasarkan kajian, sambung Rachmat, subsidi yang diterima pengguna kendaraan roda dua atau sepeda motor jauh lebih rendah dibandingkan subsidi BBM oleh pengendara kendaraan roda dua atau mobil, baik jenis bensin maupun diesel.  

 

"Yang menarik diesel, kita asumsikan subsidinya 11-13 kali dibandingkan motor, padahal tidak ada mobil diesel LCGC. Mobil diesel kalau mau beli yang mana Pajero Sport, Fortuner, Land Cruiser, tidak ada Agya diesel. Itu yang terus terang agak mengusik rasa keadilan," sambung dia. 

 

Rachmat mengatakan kebijakan baru ini akan diselaraskan dengan identifikasi persoalan BBM bersubsidi yang selama ini tidak tepat sasaran. Rachmat meminta pengendara mobil kategori kelas atas itu tidak lagi membebani keuangan negara dengan mengkonsumsi BBM bersubsidi. 

 

"Apakah pantas yang mewah-mewah masih tetap dapat berkali-kali lipat dari teman-teman yang memang butuh untuk motor dan mobil kecil. Jadi kita tidak ada rencana menaikkan harga BBM bersubsidi, kita tetap akan menjaga UMKM, pengendara sepeda motor, ojol, taksi online, dan angkutan umum," kata Rachmat.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement