REPUBLIKA.CO.ID, Menempel foto di sampul atau di lembar pertama Alquran masih menjadi kasus yang menjadi pertanyaan sebagian umat saat ini. Di tengah masyarakat Indonesia, foto tersebut biasa ditempel di Alquran saku untuk Yasin untuk orang yang sudah meninggal dunia. Tak hanya itu, Alquran dengan foto juga kerap didistribusikan dalam jumlah besar saat hendak melakukan program baca tulis Alquran. Donatur yang menyalurkan bantuan pun ingin agar fotonya terpampang di sampul Alquran agar dikenang pembacanya.
Pemasangan foto di sampul Alquran juga sempat menjadi isu politik. Pada pilkada dan pileg, calon kepala daerah dan calon anggota legislatif pernah kedapatan mencetak fotonya pada sampul Alquran yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat sebagai hadiah. Alquran gratis ini pun ditengarai menjadi media kampanye mereka untuk menarik perhatian masyarakat.
Pada 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa terkait fenomena tersebut. Fatwa MUI menjelaskan kewajiban hukum menjaga kemuliaan Alquran. Berdasarkan fatwa bernomor 5 tahun 2005 tersebut, MUI berpendapat, meletakkan sesuatu pada mushaf, termasuk menempelkan foto dan sebagainya, haram apabila terdapat unsur pelecehan dan penghinaan terhadap Islam. Alasannya dapat mengakibatkan tabaghudh (permusuhan) dan tafakhum (perselisihan).
Allah SWT berfirman tentang kemuliaan Alquran dalam QS al-Waqiah ayat 77-80. "Sesungguhnya ia benar-benar adalah bacaan sempurna yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara. Tidak ada yang menyentuhnya kecuali hamba-hamba Allah yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam."
Dalam tafsir Al Misbah, Prof Quraish Shihab menjelaskan, kemuliaan Alquran tercantum dalam kata karim yang ada pada akhir ayat ke-77 surah tersebut. Karim digunakan untuk menggambarkan terpenuhinya segala yang terpuji sesuai objek yang disifatinya. Sebagai kitab suci, Alquran memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab agama samawi lainnya. Tuntunan yang jelas dan menyeluruh terkandung dalam Alquran sekaligus bukti-bukti kebenarannya. Pembuktian ini langgeng hingga akhir zaman.
Quraish melanjutkan, Alquran sudah terbukti menjadi sumber inspirasi dan ilmu. Orang awam memahaminya sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan, para ilmuwan menggali misteri yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran sehingga dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Kitab suci yang terdiri dari 30 juz dan 114 surah ini pun memberi sesuatu yang baru bagi generasi demi generasi.
Kemudian, Allah SWT melanjutkan firmannya: "Maka apakah—terhadap ucapan ini— kamu bersikap meremehkannya dan kamu menjadikan rezeki kamu dengan mendustakannya?" (QS al-Waqiah [56]: 81-82). Setelah mengagungkan Alquran pada ayat 77-80, Allah SWT mengecam mereka yang meremehkan Alquran lewat ayat tersebut.
Pakar tafsir lulusan Al Azhar ini pun mengungkapkan bahwa makna meremehkan dalam ayat tersebut merupakan arti kata mudhinun yang memiliki asal kata duhn, yakni minyak. Seperti kita tahu, minyak digunakan untuk melemaskan atau melemahkan material. Karena itu, pelemahan tersebut di-majaz-kan dengan kata melemahkan. "Maka, kata tersebut dipahami dan digunakan secara umum dalam arti meremehkan."