Selasa 06 Aug 2024 09:00 WIB

Pandangan Islam tentang Separatis Terhadap Pemerintahan yang Sah

Tindakan separatis terhadap pemerintahan yang sah adalah isu yang sangat krusial.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Pasukan separatis  (ilustrasi)
Foto: Reuters/Maxim Zmeyev
Pasukan separatis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam pandangan Islam, tindakan separatisme terhadap pemerintahan yang sah adalah isu yang sangat krusial dan penting. Masalah ini juga sudah dibahas dalam Alquran, Hadits, maupun ulama. 

Sebagai pedoman utama umat Islam, Alquran menekankan pentingnya ketaatan kepada pemimpin yang sah selama mereka memerintah dengan adil dan sesuai dengan hukum Allah. Salah satu ayat yang sering dikutip adalah Surat An-Nisa' ayat 59:

Baca Juga

Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)." (QS An-Nisa [4]:59)

Ayat ini memerintahkan agar kaum Muslimin juga taat kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka agar tercipta kemaslahatan umum.

Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum Muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Kitab Alquran dan hadis.

Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah.

Nabi Muhammad saw bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ (رواه أحمد)

"Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiat kepada Khalik (Allah swt)." (Riwayat Ahmad).

Nabi Muhammad SAW juga banyak memberikan petunjuk tentang ketaatan kepada pemimpin. Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Artinya: “Barang siapa membenci tindakan (kebijakan) yang ada pada penguasanya, hendaklah dia bersabar. Karena siapa saja yang keluar dari (ketaatan) terhadap penguasa (seakan-akan) sejengkal saja, maka dia akan mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menunjukkan pentingnya menjaga persatuan dan tidak memberontak kecuali ada alasan yang sangat kuat dan syar'i. Dalam hadits lain, diriwayatkan dari Abu Bakrah, Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ «مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا، أَكْرَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا، أَهَانَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Barangsiapa memuliakan pemimpin di dunia, maka Allah akan memuliakannya di akhirat. Namun barang siapa merendahkan (menghina) pemimpin  di dunia, maka Allah akan merendahkannya di akhirat". (HR At-Tirmidzi).

Para ulama juga menyatakan bahwa pemberontakan terhadap penguasa muslim yang sah adalah terlarang kecuali jika penguasa tersebut melakukan kekufuran yang nyata dan jelas. Ulama besar dari Suriah yang menulis karya-karya penting dalam khazanah keislaman, Imam Nawawi mengatakan:

أجمع العلماء على وجوب طاعة الأمراء في غير معصية

“Para ulama ijma akan wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan dalam perkara maksiat” (Syarah Shahih Muslim, 12/222).

Dalam kitab Al-Adab asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih Al Maqdisi juga mengungkapkan nasihat Imam Ahmad bin Hambal bagi kelompok separatis yang menentang pemerintah sah. 

Diceritakan bahwa pada masa kepemimpinan Al-Watsiq, para ahli fikih Baghdad saat itu bersepakat menemui Imam Ahmad untuk membicarakan penyimpangan-penyimpangan Al-Watsiq sekaligus rencana pemberontakan atas kepemimpinannya.

“Sesungguhnya perkara ini telah memuncak dan tersebar, yaitu ucapan Alquran adalah makhluk. Hal inilah yang sangat tidak kami setujui dengan kepemimpinan Al-Watsiq.” kata salah seorang dari rombongan ahli fikih.

Namun, Imam Ahmad kemudian dengan bijak menyampaikan:

“Wajib bagi kalian mengingkarinya hanya dalam hati. Jangan melepaskan tangan kalian dari kepatuhan kepada pemimpin. Jangan kalian menumpahkan darah kalian dan kaum muslimin. Renungkan akibat dari pemberontakan yang hendak kalian lakukan. Bersabarlah sampai orang baik hidup tentram dan selamat dari orang-orang jahat. Pemberontakan ini adalah tindakan yang tidak benar dan menyalahi ajaran para sahabat.” 

Jadi, secara umum pandangan Islam mendorong ketaatan kepada pemimpin yang sah dan menjaga persatuan umat. Tindakan separatisme atau pemberontakan dianggap berbahaya dan hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat khusus dan berdasarkan syarat-syarat yang ketat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement