REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini, seorang pengacara menantang seorang personel Polri untuk melakukan sumpah pocong. Hal itu dimaksudkan untuk membuktikan keabsahan proses penanganan kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang terjadi pada 2016.
Lalu apakah boleh melakukan sumpah pocong? Apakah itu hal biasa untuk membuktikan kebenaran?
Secara hukum, menyelesaikan perselisihan dengan sumpah pocong tidak memiliki dasar yang sah atau diakui dalam sistem hukum modern. Sumpah pocong adalah praktik adat dan tradisional yang sering kali melibatkan elemen kepercayaan dan budaya setempat.
Dalam sistem hukum, perselisihan biasanya diselesaikan melalui proses peradilan atau mediasi yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Meskipun sumpah pocong mungkin memiliki nilai simbolis atau kultural bagi sebagian orang, hal ini tidak dapat dijadikan dasar atau bukti yang sah di pengadilan. Penyelesaian perselisihan biasanya akan mengikuti prosedur hukum yang ada agar hasilnya dapat diakui secara sah dan adil.
Pandangan Islam
Lalu bagaimana Islam sendiri memandang hal ini, bolehkan menyelesaikan perselisihan dengan sumpah pocong?
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdul Muiz Ali mengatakan, Islam membolehkan menyelesaikan perselisihan dengan sumpah.
"Ketika ada perselisihan atau ada orang yang dituduh melakukan sesuatu, maka untuk menguatkannya ia harus bersumpah," ujar Kiai Muiz kepada Republika pada Selasa (6/8/2024).
Dalam kaidah fiqih dijelaskan:
البَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي, وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ فِي جَمِيْعِ الْحُقُوْقِ, وَالدَّعَاوَى, وَنَحْوِهَا
Artinya: "Bukti wajib didatangkan oleh orang yang menuduh, dan sumpah itu wajib bagi yang mengingkari tuduhan itu, hal ini berlaku dalam seluruh persengketaan hak, tuntutan, dan semisalnya."
Lihat halaman berikutnya >>>