REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam, mengingatkan para kandidat yang akan bertarung di Pilkada Kalimantan Selatan (Kalsel), agar tidak menganggap enteng Raudatul Jannah (Acil Odah).
Hal ini disampaikan Arman menanggapi salah satu survei yang mengunggulkan duet Muhidin-Hasnuryadi Sulaeman. Dijelaskannya, Hasil survei pada periode Juni-Juli 2024, elektabilitas personal Muhidin dan Hasnuryadi memang sudah di atas Acil Odah.
“Namun, dalam tiga sampai empat bulan kedepan sampai hari H, 27 November 2024, berbagai dinamika sangat potensial terjadi,” kata Arman, dalam siaran pers, Rabu (7/8/2024).
Dari pengalamannya melakukan puluhan kali survei, kata dia, dinamika dalam H- 3 sampai 4 bulan itu selalu terjadi. Yang semua memimpin, pada hari H nya bisa tersalip alias kalah, dan sebagian kasus nyaris kalah.
"Intinya, jangan anggap enteng lawan yang elektabilitasnya masih dibawah kita. Banyak kasus terjadi, termasuk di Kalsel, Paman Birin pada Pilgub pertama jauh tertinggal, pada saat hari H, dia menang terpilih," katanya.
Begitu pun, lanjut Arman, dalam kontek Pilkada Kalsel 2024 ini. Muhidin yang sudah unggul, meski berduet dengan Hasnuryadi, masih sangat mungkin bisa disalip Acil Odah.
Arman beralasan, selain karena faktor pengalaman, juga ada faktor-faktor lain yang bisa mengubah peta elektabilitas. Salah satunya, faktor Acil Odah yang juga istri dari incumbent, Syhabirin Noor alias Paman Birin.
"Suka atau tidak, Paman Birin sebagai incumbent dia masih punya kekuatan jaringan hingga tingkat desa se kalsel. Jika mesin ini bergerak massif, bukan mustahil Muhidin kesalip," tegasnya.
Apalagi, suka atau tidak juga, Acil Odah ini disebut-sebut masih saudara dengan Haji Isam, pengusaha kaya di Kalsel. Sebab, suka atau tidak, dalam pertarungan Pilkada, seorang kandidat selain punya elektabilitas, tapi juga harus punya isi tas yang kuat.
Sementara, dalam pengamatan Arman, Hasnuryadi yang juga disebut-sebut pengusaha, jika berduet dengan Muhidin, pun belum tentu berani jor-joran mengeluarkan amunisi.
"Saya hanya bicara fakta, bahwa kontestasi politik itu, mulai dari Pilwalkot, Pilbup, Pilgub dan Pilpres, selalu mewajibkan seorang kandidat untuk punya amunisi. Jika tidak, bisa tergulung oleh calon yang punya kekuatan modal. Ini juga terjadi di beberapa kasus," ungkapnya.