Rabu 07 Aug 2024 16:57 WIB

Aisyiyah: Ketimbang Bagikan Alat Kontrasepsi, Lebih Baik Edukasi Kesehatan Reproduksi

Sekolah dan keluarga dinilai berperan penting untuk melakukan edukasi,

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyampaikan hasil pemantauan Pemilu 2024, Kamis (22/2/2024).
Foto: Dok PP Aisyiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyampaikan hasil pemantauan Pemilu 2024, Kamis (22/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menanggapi kontroversi soal penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Menurut dia,  lebih baik memberikan edukasi untuk perlindungan kepada remaja terkait seksualitas dan kesehatan ketimbang penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Dia menjelaskan, seharusnya pemerintah memperkuat edukasi kesehatan reproduksi. 

Baca Juga

"Jadi daripada membagikan alat kontrasepsi itu lebih baik edukasi kesehatan reproduksi pada remaja. Itu harus kita perkuat menurut saya. Itu yang menjadi PR kita," ujar Tri saat dihubungi Republika, Rabu (7/8/2024). 

photo
Menggunakan kondom kedaluwarsa. (ilustrasi) - (www.freepik.com)

Dia mengatakan, rendahnya pengetahuan anak-anak dan remaja tentang hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) saat ini menjadi salah satu problem terbesar di Indonesia. Karena itu, menurut dia, sekolah dan keluarga berperan penting untuk melakukan edukasi tentang masalah ini kepada mereka. 

"Mungkin di kelompok-kelompok pengajian kita untuk anak-anak remaja itu tuh juga jarang sekali. Justru bicara tentang HKSR itu seringkali dianggap tabu. Justru dianggap mengajarkan seks bebas. Itu akarnya sebenarnya," ucap Tri. 

Selain itu, menurut dia, program-program pemerintah untuk edukasi terkait HKSR itu juga tidak kontinyu. Sehingga, anak-anak dan remaja di Indonesia pun mencari informasi soal itu di media sosial, yang belum tentu mereka akan mendapatkan pengetahuan komprehensif. "Jadi itu beberapa hal yang membuat rendahnya pengetahuan anak dan remaja terkait HKSR," kata Tri. 

"Banyaknya kasus Kehamilan tidak diinginkan (KTD), banyaknya kasus kekerasan seksual, Banyaknya kasus perkawinan anak itu kan muaranya pada lemahnya atau rendahnya edukasi  HKSR untuk remaja ini," jelas dia. 

Karena itu, menurut dia, seharusnya yang lebih ditekankan dan diformalkan dalam peraturan pemerintah tersebut adalah tentang penguatan edukasi reproduksi kesehatan. Dia pun meminta kepada masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dalam kontroversi soal penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja tersebut. 

"Jangan sampai publik kita itu hanya terjebak pada kontroversi itu, karena kita justru sekarang ini kita perlu segera mengedukasi. Energi kita jangan habis karena itu," jelas Tri. 

Dia menambahkan, semua kementerian/lembaga terkait harus segera melakukan edukasi soal HKSR ini untuk anak-anak dan remaja. Bahkan, sekolah-sekolah juga harus melakukan hal yang sama.

"Karena, dimana mau bicara tentang Indonesia Emas 2045, sementara angka perkawinan anak masih tinggi, kekerasan seksual tinggi angkanya," kata Tri.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement