Rabu 07 Aug 2024 20:40 WIB

Pekerja di Jabar Banyak Kena PHK tapi tak Picu Angka Pengangguran Tinggi, Ini Penyebabnya

Jumlah pekerja yang di PHK sebanyak 19.217 orang

Buruh Jabar (Ilustrasi)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Buruh Jabar (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Provinsi Jawa Barat (Jabar) masih menjadi yang tertinggi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dibandingkan daerah lainnya. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 2023 64.855 pekerja di Indonesia yang terkena PHK. Sepanjang tahun lalu, pemecatan paling banyak terjadi di Jawa Barat (Jabar), jumlahnya sebanyak 19.217 orang atau 29,63 persen dari keseluruhan.

Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan angka PHK awal 2024 (Januari-Maret). Jabar menjadi salah satu provinsi penyumbang angka PHK cukup tinggi. Namun, banyaknya pekerja yang terkena PHK ternyata, tidak berdampak tinggi pada angka pengangguran.

Baca Juga

Menurut Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi, Muslimin Anwar, pekerja di Jabar banyak yang terkena PHK tapi tidak berdampak tinggi pada angka pengangguran. Hal itu terjadi, karena pekerja yang di-PHK masuk bekerja lagi ke sektor yang membutuhkan seperti otomotif yang sedang melakukan pengembangan.

"Jadi ada perpindahan bisa ke sektor lainnya atau pindah tempat lain. Mugkin dia dapat pekerjaan juga karena da penambahan sektor (industri) lain," ujar Muslimin dalam diskusi di Kantor Bank Indonesia, Rabu (7/8/2024).

Muslimin menjelaskan, Jabar masih menjadi daerah provinsi dengan nominal investasi terbesar di Indonesia. Dalam satu triwulan pertama, mampu menorehkan investasi sebesar Rp64,7 trilun dan triwulan kedua mencapai Rp63,7 triliun sehingga total mencapai sekitar Rp128 triliun.

Menurutnya, dengan potensi investasi di bidang industri, informasi dan komuniasi serta perumahan, maka modal dari dalam maupun luar negeri ke Jabar masih sangat tinggi. Perbaikan investasi ini bisa berdampak pada penambahan jumlah pekerja dan penurunan angka pengangguran.

"Akan ada penyerapan tenaga kerja baru dengan banyaknya investasi ini. Sekarang rasio angka investasi dan penyerapan kerja juga naik," katanya.

Sektor yang sekarang sedang menjadi sorotan, kata dia, yaitu tekstil dan produk tekstil (TPT) masih harus melewati jalan terjal seiring penurunan produksi untuk diperjualbelikan baik dalam negeri maupun ekspor. Menurutnya, tantangan TPT dalam negeri bukan hanya sulitnya menjual barang ke negara tujuan, tapi juga maraknya produk impor dari negara pesaing seperti Tiongkok yang mudah masuk ke Indonesia.

Jadi, kata dia, harus ada perbaikan industri di sektor ini agar lebih efisien dan efektif salah satunya dengan peremajaan mesin. Dengan mesin terbaru diharapkan produktivitas pabrik makin baik dan hasilnya bisa bersaing.

"Karena kalau dianalisis kebutuhannya (produk TPT) masih tinggi dengan populasi dunia naik tersebut. Tinggal peningkatan ke depannya mungkin teknologi digital," katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muhamad Nur mengatakan, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tirwulan II-2024 tumbuh 4,95 persen secara tahunan (yoy).

Perekonomian Jawa Barat berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2024 mencapai Rp706,48 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp436,95 triliun.

Ekonomi Jawa Barat triwulan II-2024 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 2,10 persen kuartal ke kuartal (q-to-q). Dari sisi produksi, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 27,87 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen pengeluaran lonsumsi pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 26,63 persen.

Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,13 persen. Sementara untuk pengeluaran, komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 6,13 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement