REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pimpinan Wilayah Persatuan Islam (PW Persis) Jawa Barat (Jabar) menolak peraturan penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah yang tertuang dalam Pasal 103, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Menurut Ketua PW Persis Jawa Barat, Iman Setiawan Latief, penolakan tersebut khusus untuk pasal 103 yang memuat soal penyediaan alat kontrasepsi untuk para pelajar. Ia menilai, pemerintah harus mengkaji ulang pasal tersebut. "Kami menolak tentang masalah pembagian alat kontrasepsinya, agar dipertimbangkan kembali untuk dirubah," ujar Iman melalui pesan singkat, Rabu (7/8/2024).
PW Persis Jabar, kata dia, mendorong agar pemerintah dalam membuat kebijakan dapat mempertimbangkan lebih matang mengenai dampak ke depannya. Persoalan ini, bukan hanya soal aspek kesehatan, melainkan ahlak dan moralitas.
"Kita harus jaga hal ini dengan ketat oleh semua pihak, termasuk para pemangku kebijakan. Agar bangsa kita ke depan tetap memiliki nilai-nilai dan etika yang serta ajaran, sopan santun serta akhlak yang baik," katanya.
Jika aturan ini langsung diterapkan ke masyarakat, kata Iman, nantinya ditakutkan akan merusak para pelajar ke arah seks bebas dan hal negatif lainnya. Sehingga, dia meminta pemerintah memperbaiki aturan ini. "Karena kebijakan ini berpotensi merusak anak-anak bangsa dengan kecenderungannya kepada seks bebas, perbuatan amoral dan dekadensi moral," katanya.
Iman pun meminta agar aturan terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi anak siswa sekolah dan remaja jangan hanya dilihat dari segi kesehatan saja. Tetapi juga, dari aspek moral dan akhlak juga dari segi agama dan etika. Iman meminta pemerintah dapat mempertimbangkan semua aspirasi dari masyarakat dan para kalangan tokoh agama agar nantinya tidak menimbulkan kontraproduktif. "Oleh karena itu, tolong dipertimbangkan kembali PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan UU Kesehatan 17 Tahun 2023 untuk diperbaiki dan ditunda pelaksanaannya," katanya.
Iman menyarankan, pemerintah nantinya harus turut melibatkan seluruh elemen-elemen masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang ada. Apalagi, berkaitan dengan moralitas. "Kalau aturan seperti berpotensi bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya yang sangat menjunjung etika dan moral serta sopan santun. dampaknya akan signifikan, anak-anak kita akan merasa seolah perbuatan hubungan diluar nikah menjadi sesuatu yang dilegalkan oleh pemerintah, dengan aturan ini," katanya.
Perlu diketahui pada Pasal 103 ayat 2 dijelaskan siswa sekolah diminta diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai fungsi reproduksi. Ada enam kategori mengenai edukasi yang harus diberikan, yakni:
a. Sistem, fungsi dan proses reproduksi
b. Menjaga kesehatan reproduksi
c. Perilaku seksual berisiko dan akibatnya
d. Keluarga berencana
e. Melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan
f. Pemilihan media hiburan sesuai usia anak.