REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ismail Haniyeh merupakan Pimpinan Biro Politik Hamas yang wafat dibunuh pihak Israel di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024) waktu setempat. Namanya pun banyak diperbincangkan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia.
Selain Ismail Haniyeh, ada sejumlah tokoh lain yang pernah menjadi Pimpinan Biro Politik Hamas dan menetang pendudukan Israel di Jalur Gaza. Berikut profil singkat orang-orang yang pernah menjadi Pimpinan Biro Politik Hamas dari waktu ke waktu:
1. Mousa Abu Marzook
Nama lengkapnya Mousa Mohammed Abu Marzook. Ia adalah seorang politikus Palestina dan salah satu pendiri Hamas pada 1987. Ia menjabat sebagai ketua pertama Biro Politik Hamas dari tahun 1992 hingga 1996.
Marzook lahir di sana pada 9 Januari 1951. Orang tuanya berasal dari Yibna, Mandatory Palestine (sekarang Yavne, Israel). Mereka menjadi pengungsi setelah Perang Arab-Israel 1948 dan dipaksa pindah ke Kamp Rafah di Jalur Gaza.
Marzook menyelesaikan sekolah menengah atas di Gaza, belajar teknik di Kairo hingga 1976, dan kemudian mencari pekerjaan di Teluk Persia. Ia melanjutkan studinya di AS dan memperoleh gelar master dalam manajemen konstruksi dari Colorado State University. Ia juga memperoleh gelar Doktor dalam Teknik Industri dari Louisiana Tech University.
Marzook telah aktif dalam kerja politik Islam sejak 1968, memainkan peran penting dalam reorganisasi Hamas setelah penangkapan massal anggotanya pada 1989. Marzook terpilih sebagai kepala biro politik Hamas pertama pada tahun 1992, dan pada 1997 kemudian menjadi wakil ketua Biro Politik Hamas.
2. Khaled Mashal
Khaled Mashal juga termasuk pendiri Hamas dan menjadi Pimpinan Biro Politik Hamas kedua. Ia menduduki jabatan ini setelah pendahulunya, Mousa Abu Marzook dipenjara.
Mashal lahir pada 28 Mei 1956 di Silwad, sebuah desa utara dari Ramallah. Dia bersekolah di Sekolah Dasar Silwad sampai pecah Perang Enam Hari pada 1967. Mashal sempat bergabung dengan Ikhwanul Muslimin pada 1971. Dia kemudian meraih gelar sarjana sains dalam bidang fisika dari Universitas Kuwait.
Setelah mendirikan Hamas pada 1987, Mashal datang ke Kuwait untuk memimpin cabang organisasi tersebut di sana. Mashal pindah dari Kuwait ke Yordania pada 1991. Sejak pengusiran para pemimpin Hamas dari Yordania pada Agustus 1999, Mashal tinggal di Qatar sebelum pindah ke ibu kota Suriah, Damaskus pada 2001.
4. Ismail Haniyeh
Ismail Haniyeh dikenal sebagai pemimpin biro politik Hamas, terutama sejak faksi Palestina tersebut berhasil memenangkan pemilihan umum dan memerintah Jalur Gaza sejak 2007. Sejak 2017, murid pendiri Hamas Syekh Ahmad Yasin itu menetap di Qatar.
Ismail Haniyeh lahir di kawasan pengungsian al-Syati di Jalur Gaza pada 1963. Sejak menjadi mahasiswa Universitas Islam Gaza, ia mulai bergabung dengan gerakan Hamas. Pada 1987, ia berhasil lulus dan meraih gelar sarjana Sastra Arab dari kampus tersebut.
Barulah pada 1997, Ismail Haniyeh menjadi kepala sebuah biro Hamas. Pada pemilu legislatif tahun 2006, namanya terdapat di kertas suara. Kemenangan Partai Hamas dalam pesta demokrasi itu mengantarkan dirinya ke kursi perdana menteri Palestina.
Pada Rabu (31/8/2024) kemarin, Ismail Haniyeh gugur dalam serangan di Teheran, Iran. Kabar duka ini dibenarkan juru bicara gerakan pejuang Palestina tersebut.
"Saudara pemimpin, syahid, mujahid Ismail Haniyeh pemimpin gerakan tersebut, meninggal akibat serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran, setelah berpartisipasi dalam upacara pelantikan presiden baru Iran,” demikian petikan pernyataan resmi Hamas yang diterima Republika pada pagi ini.
5. Yahya Sinwar
Yahya Sinwar merupakan pejuang Palestina yang dipercaya sebagai pemimpin baru Hamas menggantikan Ismail Haniyeh yang syahid, Rabu (31/7/2024) pekan lalu. Kantor berita Reuters mengabarkan, Sinwar resmi ditunjuk pada Selasa (6/8/2024).
Yahya Sinwar lahir 29 Oktober 1962 di Kamp Pengungsian di Khan Younis, Palestina. Saat itu, kamp pelarian tersebut masih dalam penguasaan militer Mesir selama Perang Arab-Zionis Israel 1948, atau yang dikenal sebagai al-Naqba.
Keluarga, dan kedua orang tua Yahya Sinwar, diusir paksa dari tanah moyangnya di Majdal Asqalan, yang sekarang dberganti nama menjadi Ashkelon dalam peta aneksasi Zionis Israel.
Meskipun lahir di pengungsian, ia bisa menamatkan pendidikannya hingga perguruan tinggi. Setelah dia lulus SMA di Sekolah Menengah Putra Khan Yunis, dia melanjutkan ke Universitas Islam Gaza di mana dia menerima gelar sarjana dalam bidang Studi Arab.